Site icon Beritaenam.com

2020, World Economic Outlook Update

Beritaenam.com — Prediksi ekonomi global bakal membaik pada tahun 2020. Kombinasi meredanya ketegangan perang dagang dan pelonggaran kebijakan moneter akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi global mulai kuartal I 2020.
Ada catatan, apabila pemerintahan Presiden AS Donald Trump mewujudkan ancamannya untuk menerapkan tarif tambahan terhadap produk-produk China pada Desember 2019.
Maka, interupsi pada siklus ekonomi global yang terjadi secara konstan pada satu dekade terakhir menjaga perekonomian global dari risiko overheating dan risiko resesi dalam.

International Monetary Fund (IMF) memberi publikasi bertajuk “World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?”.

Untuk tahun 2021, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dipangkas menjadi 3,4%, dari yang sebelumnya 3,6%.

Dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global utamanya dipicu oleh proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah di India. Pada proyeksi bulan Oktober, pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2020 dan 2021 dipatok masing-masing di level 7% dan 7,4%. Kini, proyeksinya dipangkas masing-masing menjadi 5,8% dan 6,5%.

Tak hanya negara berkembang seperti India, proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju tak lepas dari pemangkasan oleh IMF. Proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi AS di tahun 2020 misalnya, dipangkas 0,1 persentase poin oleh IMF. Pemangkasan serupa juga bisa didapati terhadap perekonomian zona Euro.

Terkait dengan China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dipangkas sebesar 0,1 persentase poin, walaupun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dikerek naik 0,2 persentase poin.

Walaupun proyeksi untuk tahun 2020 dinaikkan, angka pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini masih berada di level 6%, yang berarti perekonomian Negeri Panda masih akan tumbuh melambat. Pada tahun 2019, perekonomian China diketahui tumbuh 6,1%.

Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

Beralih ke Jepang selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dan 2021 diproyeksikan tak akan mencapai 1%. Untuk tahun 2020, perekonomian Jepang diproyeksikan hanya tumbuh 0,7%, disusul pertumbuhan sebesar 0,5% di tahun berikutnya. Pada tahun 2019, perekonomian Jepang diproyeksikan tumbuh sebesar 1%.

“Proyeksi terkait pemulihan pertumbuhan ekonomi global tetaplah diselimuti ketidakpastian. Perekonomian dunia terus bergantung kepada pemulihan dari negara-negara berkembang yang dipenuhi dengan tekanan, sementara pertumbuhan di negara-negara maju bergerak stabil di kisaran level saat ini,” papar Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath dalam keterangan tertulis, seperti dilansir dari CNBC International.

Ada beberapa alasan utama yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF, salah satunya adalah potensi memburuknya hubungan antara AS dan mitra dagangnya.

“Tensi di bidang perdagangan yang baru bisa muncul antara AS dan Uni Eropa, dan tensi antara AS dan China bisa kembali memanas,” jelas Gopinath.

Seperti yang diketahui, AS dan China sudah terlibat dalam perang dagang yang begitu panas selama lebih dari dua tahun. Sejauh ini, AS sudah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China sekitar US$ 370 miliar, sementara China membalas dengan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Pada hari Rabu waktu setempat (15/1/2020) AS dan China menandatangani kesepakatan dagang tahap satu di Gedung Putih, AS. Dari pihak AS, penandatanganan dilakukan langsung oleh Presiden Donald Trump, sementara pihak China mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He.

Sesuai dengan yang diumumkan oleh Trump pada bulan Desember, melalui kesepakatan dagang tahap satu AS akan memangkas bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar menjadi setengahnya atau 7,5%.

Namun, bea masuk sebesar 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar tetap akan dipertahankan. Hal ini dilakukan oleh AS guna mempertahankan daya tawarnya terhadap China memasuki negosiasi dagang tahap dua.

Jadi, sejauh ini memang masih ada kemungkinan bahwa perang dagang AS-China bisa kembali memanas, mengingat keduanya belum mencapai kesepakatan dagang secara menyeluruh yang menghapuskan seluruh bea masuk tambahan.

 

Exit mobile version