Beritaenam.com, Jakarta – Dalam waktu yang hampir berdekatan, Presiden Jokowi melontarkan kata-kata yang kontroversial. Setelah bilang ada ‘politikus sontoloyo’, kini dia bicara tentang ‘politik genderuwo’. Kedua pernyataan Jokowi itu dinilai sebagai kode keras.
“Mungkin sekarang banyak yang bertanya, ‘Kok presiden keras banget ya?’ Dia (Jokowi) sedang memberikan warning-lah. Mungkin maksudnya adalah, ‘Sudahlah, setoplah, kembali ke hakikat politik itu, nggak usah pakai politics of fear.’ Yang dia inginkan adalah bertanya, ‘Program kamu apa?’ Iya nggak?” kata guru besar psikologi politik UI Prof Hamdi Muluk, Sabtu (10/11/2018).
Kubu oposisi, kata Hamdi, kerap menggunakan politics of fear alias politik ketakutan dalam terjemahan kasar. Sering kali muncul pernyataan kritik yang memakai pemilihan kata cenderung menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.
“Jadi sebenarnya orang katakan memang tipis ya antara yang namanya attacking campaign dengan membuat politic of fear. Misalnya saja dengan pernyataan, ‘ekonomi memburuk’ tapi tidak disertai data yang kuat, ‘Indonesia mau bubar’,” ujar Hamdi.
Meski begitu, menurut referensi yang dia rujuk, memang hanya ada dua strategi berpolitik: politics of fear dan politics of hope. Kedua strategi itu bisa saja dipakai bersamaan, menurut Hamdi.
“Tinggal masyarakat nantinya akan percaya atau tidak,” ungkap dia.
Biasanya dalam politic of fear, kata Hamdi, politikus yang menerapkan strategi itu cenderung hanya memakai data secara parsial atau bahkan tak memakai data sama sekali.
Dia mencontohkan pernyataan politikus yang berkata kondisi di satu tempat tapi kemudian digeneralisasi sebagai situasi yang dihadapi seluruh masyarakat.
“Dalam konteks itu, wajar saja sebagai orang yang diserang oleh politic of fear, bahkan datanya direkayasa, nah wajar presiden sebagai pihak yang diserang membuat reaksi. Bahkan kalau pakai kode politik, dari bahasa politik Jokowi keras ini. Maknanya kurang-lebih, ‘Kamu jangan main-main dengan saya.’ Kode keras, ‘Jangan deh main-main yang tak beretika,’ ini warning,” papar Hamdi.
Saat menyampaikan soal ‘politik genderuwo’, memang Jokowi dalam kapasitas sebagai Presiden RI, bukan dalam konteks berkampanye sebagai capres nomor urut 01.
Jokowi juga tak menyebut nama siapa pun dalam pernyataannya tersebut. Sementara itu, kubu oposisi mengusung Prabowo Subianto, yang merupakan capres nomor urut 02.
“Presiden beri warning, peringatan. ‘Jangan kayak begini, kita risikonya bisa bentrok di masyarakat.’ ‘Kalau Anda pakai cara begini terus bisa runyam, malah ada permusuhan, malah ada kebencian.’ Jokowi menyampaikan itu dengan ungkapan yang keras,” kata Hamdi.
Sumber: detik.com