Site icon Beritaenam.com

Ahli Tata Hukum Negara: Selain KUHP dan UU ITE, Penghasut People Power Bisa Kena UU Pemilu

Dr Bayu Dwi Anggono.

beritaenam.com, Jakarta – Ajakan people power untuk menolak hasil pemilu dengan cara turun ke jalan, bisa dikenai pasal makar dalam KUHP hingga UU ITE. Selain itu, mereka bisa dikenai UU Pemilu dengan ancaman 3 tahun penjara.

“People power dalam arti menolak hasil pemilu dengan cara menghasut dan memobilisasi massa untuk menolak hasil pemilu dan memaksa agar penyelenggara pemilu mengakui kemenangan salah satu paslon dan bahkan mengancam menggulingkan pemerintahan yang sah, juga dapat diproses hukum dengan perangkat UU Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu,” kata ahli hukum tata negara, Dr Bayu Dwi Anggono, kepada wartawan, Kamis (9/5/2019).

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 550 dan Pasal 536 UU Pemilu. Pasal 550 UU Pemilu menyebutkan:

Setiap pelaksana atau peserta kampanye yang terbukti dengan sengaja atau lalai yang mengakibatkan terganggunya tahapan Penyelenggaraan Pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 miliar.

Adapun Pasal 536 UU Pemilu berbunyi:

Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.

“Mengingat UU inilah yang secara khusus mengatur kerangka hukum selama proses penyelenggaraan pemilu belum selesai,” ujar Bayu.

Meskipun pemungutan suara telah selesai, namun sampai saat ini tahapan pemilu 2019 masih belum selesai yaitu dalam tahapan rekapitulasi suara menuju penetapan hasil pemilu oleh penyelenggara.

“Mengingat tahapan Pemilu belum selesai maka apabila ada pihak yang dengan sengaja berusaha mengganggu terlaksananya tahapan penyelenggaraan pemilu maupun sistem informasi perhitungan hasil pemilu terhadap yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam beberapa pasal di UU Pemilu yaitu di Pasal 550 dan Pasal 536,” cetus Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.

Menurut Bayu, salah satu prinsip dalam pemilu yang demokratis adalah adanya kerangka hukum yang didesain untuk melindungi pelaksanaan pemilu dari gangguan pihak-pihak yang berusaha menggagalkan tahapan penetapan hasil pemilu secara resmi oleh penyelenggara pemilu.

Praktik dunia internasional menunjukkan hasutan menolak hasil pemilu dengan cara-cara inkonstitusional biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang berdasarkan hitung sementara sudah merasa kalah.

“Berdasarkan pengalaman internasional semacam itu maka UU Pemilu Indonesia telah dengan sangat baik mengantisipasi adanya upaya-upaya menggagalkan tahapan pemilu yang dilakukan sejumlah pihak dengan cara mencantumkan sanksi pidana bagi upaya mengganggu atau menggagalkan selesainya tahapan pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 550 dan 536 UU Pemilu tersebut,” ujar Bayu.

Melansir detik.com, oleh sebab itu, seharusnya Bawaslu bersama aparat penegak hukum dalam Sentra Penegakan Hujum Terpadu (Gakkumdu) melakukan penegakan hukum.

“Ketegasan Bawaslu diperlukan mengingat dalam rangka memastikan seluruh tahapan pemilu bisa terselesaikan sekaligus menjaga prinsip pemilu yang adil dan berkepastian hukum,” pungkasnya.

Exit mobile version