Site icon Beritaenam.com

Aktifitas Rutin di Awal Tahun 2020

Oleh: Wina Armada Sukardi

 

“Dan hujan pun masih turun dengan deras.

      Jam menunjukan pukul 04.07. Alarem saya yang baru saja berbunyi, segera saya matikan.  Inilah pertama kali mata saya terbuka tahun 2020, setelah tidur hanya dua tiga jam.

Malam tahun baru ini, tadi saya lalui bersama besan dan anak cucu, di rumah kami. Tak ada acara khusus, kecuali berkumpul bersilahturahmi.

Kami makan malam nasi liwet buatan isteri saya dan sesudah itu makan steak buatan mantu saya.

Sambil menunggu tepat pukul 00.00. kami ngobrol panjang lebar ngalor ngidur tanpa fokus, sambil sekali-sekali menyemil panganan makan kecil.

Sekali-sekali, melihat cucu kembar yang tidur di dua dorongan bayi.

Tepat kam 00.O0, kami saling memberi selamat, salaman dan berpelukan. Kami baru bubar jam satuan.

    Bangun pagi ini, saya duduk sejenak di tepi tempat tidur, mengumpulkan kesadaran diri, seraya menghaturkan terima kepada Sang Pencipta lantaran masih diberikan panjang umur.

    Selanjutnya saya pun memasuki kehidupan rutin setiap pagi. Cuma tahunnya saja sudah berganti, menjadi tahun 2020.

Saya menganti baju tidur, kemudian ke kamar yang merupakan bagian dari kamar kami.

Membuang air kecil, lantas naik ke bath tap, mengambil wudu, air sembayang.

Saya berdoa sejenak, “Ya Allah, saya mengambil wudhu, air sembayang, karena Engkau dan semata-mata hanya karena Engkau.”

Saya pun mengambil air sembayang.

       Keluar kamar mandi saya segera mengenakan pakaian sholat subuh yang sudah tersedia.

Memang saya biasanya sudah menyiapkan pakaian untuk sholat subuh, sehingga dapat tinggal langsung mengenakannya.

Hal ini untuk menghemat waktu, dan begitu saya dapat menuju mesjid tepat waktu sesuai perhitungan.

      Pakaian sholat subuh ini memang saya siapkan. Hanya khusus, saya pakai untuk sholat subuh saja. Biasanya, saya pakai untuk  lima hari atau seminggu.

     Walaupun untuk sholat subuh, saya selalu memilih busana subuh yang relatif “modis” dan terutama warna yang serasi. Misalnya bisa celana sarung, dengan berbagai varian baju atasan yang cocok.

Terkadang juga memakai baju “pakistan” dengan celana panjang warna sama. Dapat juga sarungan dengan baju semi jas atau jasko atawa jas koko. Apa sajalah yang menarik.

Tetapi, warnanya pasti saya pilih harus serasi. Dapat bawah hitam dan baju atasan hitam.

Jadi, bisa hitam-hitam. Bisa juga biru-biru, putih-putih, coklat-coklat atawa kombinasi berbagai warna.

Hari ini, saya memakai atasan baju pakistan dan bawahan celana putih. Persiapan memakai baju shokat subuh khusus, sering dicandai saya,” Kayak mau ke pesta aja!”

      Sengaja saya mengurai urusan busana sholat subuh ini sedikit panjang, karena saya menganut filosofi, sholat subuh di mesjid berarti kita hari itu kita memulai dengan menghadap dan melapor kepada Allah.

Maka, kita harus memakai busana yang terbaik-terbaik dari yang kita miliki, bukan busana sekedarnya.

Jadi,  busana itu bukan supaya kelihatan menarik oleh sesama jemaah, melainkan sebuah wujud penghormatan dan terima kasih kepada Allah.

     Selesai urusan tetek bengek pakaian sholat subuh, saya keluar kamar,  menyusuri tangga, turun ke bawah.

Kamar kami memang terletak di bagian atas rumah. Di lantai bawah, saya menyalakan lampu dan mengambil kunci di laci meja ruang keluarga.

Ada tiga jenis kunci yang saya ambil: kunci pintu ruang tamu, kunci pager depan dan garansi.

Dua kunci pertama untuk membuka akses keluar rumah dan kunci grasi untuk mematikan lampu-lampu di halaman, sepulang sholat subuh.

     Ketika saya mengambil kunci, saya mendengar suara bayi menangis. Itulah suara bayi cucu kembar lelaki kami.

Menurut orang tuanya, jam-jam segitu kedua bayi kembar kami memang bangun minta minum susu. Alhamdullilah ASI ibunya, anak perempuan kami, melimpah.

     Sebelum keluar rumah, lampu ruangan  saya matikan.

      Begitu pintu ruang tamu terbuka, suasana hujan lebat semakin terasa.

Payung yang semalam sudah disediakan, rupanya ada satu jari-jarinya patah. Tapi sudah tak ada waktu lagi ganti payung.

Rupanya hujannya benar-benar lebat. Ada sedikit tiupan angin juga.

Walhasil, untuk membuka kunci pintu pager rumah saja, agak repot. Pegang dan menahan payung, sementara kunci gembok  harus dibuka dan pintu setinggi dua meter harus digeser dan ditutup lagi.

    Buat saya pergi sholat subuh ke mesjid, dalam keadaan hujan, seringkali memacu adrenalin dan semangat yang lebih.

Ada rasa yang saya tidak tahu apa: “Apakah ini ekspresi rasa taqwa atau justeru rasa “pongah.”

Lantaran kalau pergi sholat subuh hujan seperti ini, bagi saya seperti mendapat tantangan dari Pencipta:

“Loe kalau mau dapat duit, jangankan hujan badai, rintangan apapun loe berani dan mau hadapi, tapi masak menghadap Allah, sekedar hujan aja, Loe gak malas dan gak berani. Mana rasa taqwa Dan rasa hormat Loe kepada Alah?!”

      Jadi, keadaan hujan di pagi ini bagi saya justru memperkuat langkah saya ke mesjid untuk sholat subuh.

       Dari rumah saya ke mesjid, letaknya tak begitu jauh. Jalan kaki dapat dicapai dalam waktu sekitar tiga menitan. Namun, dalam keadaan hujan lebat, tentu memerlukan effort lebih.

Perlu “perjuangan khusus.” Di bawah payung yang satu jari-jari payungnu tak berfungsi, membut ujung payung bagian yang jari-jarinya patah, meneteskan air.

   Tatkala sampai mesjid, saya orang keempat yang datang. Begitu masuk mesjid, azan bergumandang.

Saat itu Pak Uztad, ketua mesjid masuk, dan menyalami saya serta jemaah di sebelah saya.

Saya sholat fajar dan tahayatul mesjid masing-masing dua rakaat . Seperti biasanya serelah azan satu persatu jemaah muncul.

     Ilhwal posisi jemaah memilih tempat duduk dan tempat sholat di dalam mesjid juga menarik. Ada yang tempatnya pindah-pindah, termasuk Pak Uztad, ketua mesjid.

Kenapa begitu?

Alasannya mereka,”Ini rumah Allah! Siapapun memiliki hak dan kesempatan saja. Kalau kami duduk rutin di tempat yang sama, seakan mesjid ini menjadi milik kami saja, sehingga kami memiliki hak ekslusif untun tempat tertentu.”

Jadi mereka, tidak mau seakan menjadi penguasa  tetap bagian-bagian tempat tertentu di mesjid.

    Lalu bagaimana jalan pikiran yang duduk dan sholat di tempat yang selalu sama di mesjid.?

Alasan mereka, “Kami bukan ingin mengkooptasi bagian tertentu mesjid. Tapi dengan kami memilih tempat yang tetap.”

“Maka, kalau kami tidak sholat subuh orang menjadi tahu, dan kalau agak lama kami tidak sholat akan ada yang bertanya ada apa dengan kami dan kenapa kami tidak sholat.”

“Jadi kalau kami lalai mereka bisa memberitahu kami kalau ketemu atau mereka malah bisa datang ke rumah mencari tahu.”

    Rupanya masing-masing jemaat punya alasan kuat sendiri.

     Ketika sholat subuh bakal, dimulai sudah ada dua shaf. Biasanya dapat mencapai tiga –emoatbshaf penuh.

Entah, karena  faktor hujan atau faktor tahun baru, khusus hari ini cum dua shaf saja.

Selesai sholat subuh plus doa-doanya, kami memiliki tradisi saling bersalaman sambil berbaris.

Pulang sholat subuh, rupanya hujannya justru tambah besar. Sandal saya yang saya tempatkan di bawah atap luar mesjid, yang tadinya kering, pulang sudah basah. Pertanda hujan memang tambah deras diiringi adanya angin.

     Pulang bagian pundak saya sedikit terkena hujan. Bagian celana bawah juga kena basah.

   Membuka pintu pager untuk masuk rumah juga menjadi repot. Tapi ada kelegaaan saya sudah menunaikan panggilan Allah.

     Sampai rumah, setelah cuci saya, ada rutinitas yang selalu kami lakukan. Saya membuat dan mengambil air hangat di gelas besar, dan  sebelum  air saya minum, saya duduk serta berdoa .

Inti doanya kira-kira begini:

     “Ya Allah Engkau Maha Agung, Maha Besar dan dan Maha Suci. Tiada Tuhan melainkah Allah. Tidak sesuatu dapat menyerupai Allah. Tidak ada suatu daya upaya dapat terjadi tanpa Izin Allah.

    Ya Tuhan ya Allah, saya minum air putih ini dengan memohon izinMu.

Ya Allah dengan izinMu jadikanlah air putih ini dapat membantu meningkatkan rasa syukur, keimanan dan ketaqwaan saya kepadaMu.

Ya Tuhan ya Allah, dengan izinMu jadikanlh air putih ini dapat membantu menghilangkan seluruh penyakit-penyakit saya.

Dan dengan izinMu jadiklah air putih dapat membantu meningkatkan kualitas kehidupan dan penhidupan saya.”

Setelah itu barulah air putih hangat ini saya minum.

    Di gelas yang sama saya isi lagi dengan air hangat buat isteri saya. Lalu, saya doakan lagi airnya dengan menyebut saya memberikan air hangat ini buat isteri saya.

Selebihnya doanya sama dengan doa untuk saya.

     Hari ini, sebelum saya baik ke atas kembali ke kamar, saya mendengar lagi cucu saya menangis kembali. Nanti sekitar jam 8 atau 9 saya akan menemui cucu saya itu.

     Masuk kamar, biasanya, isteri sedang sholat subuh atau sudah sholat. Atau tengah “nongkrong” di WC.

Hari ini isteri saya waktu saya masuk, belum sholat. Saya serahkan air putih yang bawa kepada isteri saya.

Saya ganti baju lagi dengan baju tidur. Memasang televisi.

Rupanya, sebagian besar beritanya mewartakan terjadi banjir di banyak tempat, dan beberapa tanggul di Jabotabek ada beberapa tanggul jebol.

Lantas saya memeriksa HP dan menulis rutinas hari pertama di tahun 2020 ini.

    Dan hujan pun masih terus turun dengan deras.

#Wina Armada Sukardi***
pimpinanmedia.id klik ini

Exit mobile version