Site icon Beritaenam.com

Dominasi Film Impor Masih Menguasai Layar Bioskop Indonesia

beritaenam.com, Jakarta – Dominasi Film impor masih menguasai layar bioskop Indonesia, sehingga film Indonesia selalu tertekan. Meskipun memiliki tren kenaikan penonton dan jumlah produksi setiap tahun, film nasional masih belum mampu jadi tuan rumah di rumahnya sendiri.

Hal tersebut muncul dalam diskusi yang diadakan Forum Wartawan Indonesia (Forwan) dalam menyambut Ultahnya yang ke-5 di Gedung Film Jakarta, Kamis (28/3/2019),  yang bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Narasumber yang dihadirkan dalam acara tersebut adalah,  Dian Srinursih, Kepala Perizinan dan Pengendalian Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Yan Wijaya, wartawan senior dan Pengamat Film, Didang Prajasasmita, Nini Suny, Dimas supriyanto dan Ketua GPBSI Djohny Sjafruddin SH, Ketua LSF Ahmad Yani Basuki.

Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djohny Syafruddin mendesak pemerintah untuk menyeragamkan pajak tontonan. Semua daerah maksimal dikenakan pajak tontonan sebesar 10 persen.

“Selama ini pajak tontonan diberlakukan beda-beda tergantung daerahnya. Kami dari pengusaha meminta agar pajak tontonan diturunkan hingga 10 persen saja,” kata Djohny.

Djohny juga mengimbau agar pembuat film mau konsultasi dengan pihak bioskop untuk mengetahui jenis-jenis film apa yang di inginkan penonton.

“Tidak semua film impor di sukai penonton” kata Djohny.

“Contohnya, film Mission Imposible, masih kalah dengan film-film yang dibuat di Makassar. Makanya para pembuat film kalau bisa ketemulah dengan pemilik bioskop, kita ngobrol-ngobrol untuk mengetahui pasar yang benar bagi film Indonesia” imbuh Djohny.

Terakhir Djohny minta kepada pemerintah, agar investor asing di bidang bioskop dibatasi hingga provinsi.

“Kalau sampai kabupaten, kasihan bioskop independen akan banyak yang mati. Contohnya di Purwokerto dan Tegal, pengusaha bioskop lokal banyak yang gulung tikar,” tandas Johny Syafruddin.

Wartawan senior, Yan Wijaya juga mengatakan, film Indonesia masih sulit jadi tuan rumah karena dominasi film impor masih tinggi.

“Pada Tahun 2018, jumlah film impor dua kali lebih banyak dari jumlah film Indonesia. Tidak hanya dari Amerika, tapi juga dari India bahkan Malaysia” kata Ian Wijaya.

Yan Wijaya juga mengatakan, dalam perolehan uang film impor juga masih lebih banyak.

“Contohnya,film Dilan yang jumlah penontonnya mencapai lima juta lebih dan film Marvel dengan jumlah penonton yang kurang lebih sama, tetapi Marvel banayk di tonton pada hari libur dan premier dengan harga tiket yang lebih mahal, sehingga penghasilannya lebih besar” Kata Yan.

Mengenai film Indonesia menjadi tamu terhormat di luar negeri , seperti tema diskusi, menurut Yan masih jauh.

“Film Indonesia yang main di negara jiran Malaysia pun penontonnya masih sedikit, sedangkan dalam ajang festival bergengsi seperti oscar selalu gagal” lanjut Yan.

Exit mobile version