Beritaenam.com – Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk pertama kalinya mengakui dialah yang memerintahkan pembunuhan ilegal dalam kampanye perang melawan narkoba.
Dalam pidatonya di Istana Malacanang dua hari lalu Duterte menyampaikan pengakuan itu ketika menyinggung pihak yang mengkritik dia soal memimpin negara.
“Saya katakan kepada tentara, apa salah saya? Apakah saya mencuri meski cuma satu peso saja? Satu-satunya dosa saya adalah pembunuhan ilegal,” kata dia, seperti dilansir laman the Guardian, Jumat (28/9).
Duterte sebelumnya kerap menyinggung soal pembunuhan ilegal ini tapi dia selalu membantah aksi itu didukung pemerintahannya.
Pengakuan Duterte ini bisa menjadi bahan bagi penyelidikan awal oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) tentang terbunuhnya ribuan orang akibat pembunuhan ilegal yang dikatakan menjadi bagian dari ‘perang melawan narkoba’
Maret lalu ICC membenarkan mereka sedang menyelidiki tuduhan perbuatan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Duterte dalam kampanye ‘perang melawan narkoba’, baik ketika dia menjabat sebagai wali kota Davao, dan kini sudah mejadi presiden selama dua tahun ini.
Sebagai balasannya Duterte mengumumkan dia menarik Filipina dari Statuta Roma yang membuat ICC bisa menyelidiki Filipina.
Menurut data pemerintah, sekitar 4.500 orang tewas dalam kampanye perang melawan narkoba oleh Duterte. Sebagian besar korban adalah pengedar kelas teri dan pecandu.
Namun sebuah laporan sebanyak 77 halaman yang diserahkan ke ICC menyebut korban tewas mencapai lebih dari 8.000 orang. Sebagian kelompok pembela hak asasi menyebut korban tewas hingga 12.000 jiwa.
Direktur Human Righst Watch Asia, Brad Adams mengatakan pemerintah Filipina tidak perlu ragu lagi dengan dosa Duterte.
Juru bicara kepresidenan, Harry Roque, kemarin mengatakan pernyataan Duterte hanya berkelakar dan tidak perlu dianggap serius.
Duterte dalam kesempatan sebelumnya kerap menegaskan dia tidak akan menghentikan kampanye perang melawan narkoba ini.
“Ini tidak akan berakhir,” kata Duterte. “Seperti saya bilang, saya mempertaruhkan nyawa saya, jabatan saya. Saya bisa kehilangan jabatan kapan saja. Itu jadi kehormatan buat saya.”