beritaenam.com, Jakarta – Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin menjawab kritik Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang menyebut indeks demokrasi Indonesia anjlok. Juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, balik memaparkan data dari laporan lembaga internasional, Freedom House, yang jadi rujukan Fadli.
“Data dari mana itu Fadli Zon dapatnya? Ambil data kok seenaknya? Menurut data The Freedom House, tidak benar Indonesia statusnya turun dari ‘free’ ke ‘partly free’. Indonesia masih tetap ‘partly free’, bahkan status itu tidak berubah dari 2014, nilai agregatnya pun stabil di angka 65,” kata Ace kepada wartawan, Rabu (2/1/2019).
Ia pun menjelaskan mengapa Indonesia hingga kini masih menyandang status ‘partly free’. Masih menurut data Freedom House, Ace mengatakan hal ini berkaitan dengan kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Di tahun 2018, angka turun jadi 64 oleh Freedom House, yang paling disoroti adalah kasus Gubernur Ahok yang Kristian, di mana dipersekusi/kriminalisasi atas tuduhan penghinaan agama, bahkan sampai dipenjara 2 tahun. Ini sebab freedom kita partly free,” ujarnya.
Ace menyebut kasus itu pun tidak lepas dari keterlibatan Fadli. Ia mencontohkan peristiwa aksi bela Islam yang berkaitan dengan kasus Ahok itu.
“Dan ini ulah Fadli dan kawan-kawan yang selalu mendorong isu-isu agama untuk kepentingan politik. Jelas saja indeks demokrasi Indonesia turun, kebebasan memeluk agama, peradaban agama lain selain Islam di Indonesia semakin tergerus, aksi-aksi bela Islam, persekusi nonmuslim marak terjadi, di mana momentum awalnya ada di Pilkada DKI, di mana timnya Prabowo yang memulai. Justru ini kesalahan Fadli dkk. Indeks akan makin parah jika orang seperti mereka yang berkuasa,” kata Ace.
Ace kemudian merujuk pada data The Economist Intelligence Unit (EIU), yang juga menjadi dasar kritik Fadli. Ia menegaskan angka yang dipaparkan Fadli merupakan data 2017.
“Sementara, menurut The Economist Intellegence Unit, tahun 2017, memang indeks demokrasi Indonesia benar turun 20 peringkat dibanding tahun 2016 seperti yg dikatakan Fadli Zon. Perlu dicatat itu tahun 2017, bukan 2018 seperti yang dikatakan Fadli,” jelas politikus Golkar itu.
“Posisi Indonesia sama dengan AS, yang tidak sepenuhnya demokrasi. Padahal AS digadang-gadang sebagai rujukan Fadli, Prabowo dkk, negara paling demokratis,” lanjut Ace.
Sementara itu, kata Ace, jika merujuk pada data BPS, indeks demokrasi Indonesia pada 2017 naik dibanding pada 2016. Namun ia mengatakan memang indikator kebebasan berpendapat turun.
“Indeks demokrasi angkanya 72,11 (skala 0-100) pada 2017, meningkat dibanding 2016 yang hanya 70,09. Dengan demikian, Indonesia berada di kategori sedang. Aspek kebebasan sipil meningkat 2,3 poin dari 76,45 jadi 78,75. Aspek lembaga demokrasi juga naik 10,44 poin dari 62,05 jadi 72,49,” paparnya.
Menurut Ace, menurunnya kebebasan berpendapat ini dipengaruhi sejumlah faktor. Salah satu yang utama adalah adanya ancaman kekerasan dari pihak yang tak menyukai perbedaan pendapat.
“Tentu ini ulah kelompok yang berjubah agama yang sweeping dan mulai mengkafir-kafirkan. Merekalah yang membuat kebebasan berpendapat, masyarakat minoritas berekspresi menjadi turun,” pungkas Ace.