Site icon Beritaenam.com

Finalisasi RUU Redaksional

DPR, hingga kemarin, belum menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) kepada Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani. Badan Legislasi DPR dilaporkan masih melakukan finalisasi atas RUU yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.

Belum diserahkannya draf RUU tersebut dinyatakan tidak menyalahi ketentuan batas waktu penyerahan naskah RUU yang sudah disahkan DPR kepada pemerintah. Dalam Pasal 164 Tata Tertib DPR dinyatakan bahwa penyerahan itu harus dilakukan tujuh hari kerja seusai rapat paripurna dilaksanakan.

“Tujuh hari kerja itu jatuh pada hari Rabu (14/10). Sabtu dan Minggu tidak dihitung. Yang disebut di dalam undang-undang, tujuh hari kerja itu Rabu. Bukan hari ini (kemarin),” tegas Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar kepada pers di Jakarta, kemarin.

Indra menambahkan proses finalisasi draf RUU membuat naskah yang semula hanya berjumlah 905 halaman berubah menjadi 1.035 halaman. Akan tetapi, proses finalisasi dipasti kan tidak akan membuat substansi atas RUU tersebut berubah.

“Tidak ada (perubahan). Itu hanya typo dan format. Format dirapikan. Jadi, spasi-spasinya kedorong semuanya halamannya,” ungkap Indra.

Susunan awal draf RUU yang berjumlah 905 halaman, masih kata Indra, memiliki format tidak seragam. “Spasinya belum semuanya rata. Hurufnya segala macam. Nah sekarang (kemarin) sudah dirapikan. Redaksinya, segala macam. Itu yang dibahas terakhir yang 1.035 (halaman).”

Draf itu, sambung Indra, masih harus dirampungkan kembali sebelum diserahkan kepada Presiden pada Rabu, 14 Oktober 2020.

Paralel dengan proses finalisasi redaksional RUU Cipta Kerja, anggota DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus menyatakan mekanisme pengesahan RUU itu telah sesuai aturan dan bersifat terbuka atau dapat diakses masyarakat. Hal itu ditegaskan Guspardi untuk meluruskan tudingan bahwa DPR menggodok RUU tersebut secara tidak transparan.

Tidak ikut

Di lain sisi, sebagian kelompok masyarakat dijadwalkan masih akan menggelar unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja dengan mengepung Istana Negara, Jakarta, hari ini.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamamdiyah Abdul Mu’ti menegaskan pihaknya tidak akan turut serta dalam aksi tersebut. “Muhammadiyah tidak ada hubungan dan tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pada Selasa (13/10),” kata Abdul Mu’ti di Jakarta, kemarin.

Muhammadiyah, kata dia, akan lebih fokus pada penanganan covid-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, serta kesehatan masyarakat. “Dalam situasi sekarang, sebaiknya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar, termasuk demonstrasi.”

Senada, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj pun meminta masyarakat tidak melangsungkan aksi penolakan RUU Cipta Kerja dengan kerusuhan. Dia mengimbau masyarakat menggugat produk hukum itu ke Mahkamah Konstitusi ketimbang berdemonstrasi.

Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Hengky Primana pun menyatakan akan menempuh jalur uji materi menyoal RUU Cipta Kerja. Cara itu diyakini Hengky lebih tepat daripada turun ke jalan.

Exit mobile version