Site icon Beritaenam.com

Geger ‘Soeharto Guru Besar Koruptor’

Soeharto.

Beritaenam.com, Jakarta – Presiden Soeharto meninggal dunia sebagai terdakwa korupsi. Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menyebut ia guru korupsi. Direktur Pusako Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, lebih tegas lagi: Soeharto Guru Besar Koruptor.

Debat terbuka bermula saat capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, memulai genderang perdebatan. Prabowo berbicara soal korupsi di Indonesia yang kelewat parah seperti kanker stadium 4. Dia ingin mengubahnya bila menjadi presiden.

“Korupsi di Indonesia sudah sangat parah. Ini yang merusak masa depan kita,” kata Prabowo saat menjadi pembicara di The World in 2019 Gala Dinner di Grand Hyatt Hotel, Singapura, pada 27 November 2018.

Bereaksi atas hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Ahmad Basarah menanggapi pernyataan Prabowo soal korupsi di Indonesia.

Menurutnya, Soeharto, yang notabene pernah menjadi mertua Prabowo, adalah pengajar penyelewengan duit rakyat.

“Jadi, guru dari korupsi Indonesia sesuai Tap MPR Nomor XI Tahun ’98 itu mantan presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertua Pak Prabowo,” ujar Basarah kepada wartawan di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat keesokan harinya.

Partai Berkarya bereaksi. Selain merupakan pendukung Prabowo Subianto, Berkarya adalah partai yang dipimpin Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto). Tentu saja elite Berkarya tidak terima Soeharto distempel sebagai guru korupsi oleh PDIP.

“Jangan menzalimi dan mengecap Pak Harto seperti itu. Kami anak ideologis beliau di Partai Berkarya tidak terima,” kata Ketua DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang.

Perdebatan itu ditanggapi Tommy Soeharto dengan langkah hukum.

“Tadi saya bicara dengan Pak Dedi mengenai pernyataan dari kader PDIP yang menyatakan Pak Harto sebagai guru korupsi. Ini saya minta kepada Laskar Berkarya, saya meminta untuk menuntut. Karena tidak ada fakta hukum yang menyatakan Pak Harto korupsi,” ujar Tommy dalam pidato pengukuhan pimpinan pusat organisasi sayap Berkarya, Laskar Berkarya, di Hotel Mirah, Bogor pada 30 November 2018.

Awal Desember 2018, pengagum Soeharto, Anhar, melaporkan Waksekjen PDIP Ahmad Basarah ke Bareskrim Polri terkait tudingan yang menyebut Soeharto guru korupsi. Anhar mengaku resah atas pernyataan Basarah tersebut.

“Kami melaporkan Ahmad Basrah atas ucapan beliau yang menyatakan bahwa Soeharto sebagai guru korupsi. Oleh karena itu, kami merasa betul-betul sangat terpukul, sangat merasa dirugikan mengingat Soeharto bagi kami adalah tokoh bangsa, adalah guru bangsa, adalah bapak pembangunan,” kata Anhar.

Perdebatan publik yang dibawa ke ranah hukum di atas sangat disayangkan. Menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Dr Oce Madril, langkah hukum di atas adalah bencana demokrasi.

“Kalau semua harus dipidanakan, repot sekali berdemokrasi. Padahal yang paling mahal dalam demokrasi adalah kebebasan bersuara. Kalau harus dikriminalkan, itu bencana,” kata Oce dalam jumpa pers Konfenferensi Hukum Nasional di Jember pada 7 Desember kemarin.

Bagi Feri Amsari, status ‘guru koruptor’ bagi Soeharto masih kurang tepat. Menurutnya, Soeharto adalah Guru Besar Koruptor.

“Jadi menurut saya pernyataan Pak Ahmad Basarah harus ditambah, ditambah jadi Guru Besar Koruptor!” kata Feri.

Mengapa Feri berani menyatakan Soeharto adalah Guru Besar Koruptor? Alasan pertama, Soeharto korupsi jabatan. Ia mengkorupsi kewenangan-kewenangan yang ada dalam konstitusi.

“Harusnya hanya boleh 2 kali periode atau 10 tahun, dikorupsi periode itu menjadi 32 tahun. Belum ada sejarahnya presiden di Indonesia seperti itu, hanya Soeharto,” ujar ahli hukum tata negara itu.

Alasan kedua, Soeharto memberhentikan aparat yang berjuang memberantas korupsi.

“Contoh kasus, Kapolri Hoegeng waktu mau menangkap beberapa koruptor menghadap ke Pak Harto, ‘saya mau nangkap si A, si B, si C’. Eh besok pagi Kapolri Hoegeng diberhentikan,” kata Feri.

Adapun guru besar UGM, Prof Denny Indrayana, menyatakan penguasa Orde Baru itu meninggal dalam status sebagai terdakwa korupsi, bukan sekadar tersangka.

Kasus dugaan korupsi berbagai yayasan yang dipimpinnya saat itu sudah masuk tahap penuntutan, baru kemudian tiba-tiba dihentikan Jaksa Agung saat itu.

“Tolong dicatat, Pak Harto meninggal sebagai terdakwa. Belum ada putusan, sehingga statusnya tetap sebagai terdakwa,” kata Denny pada 28 Januari 2008.

Sumber: detik.com

Exit mobile version