Beritaenam.com, Jakarta – Cawapres Sandiaga Uno dinilai lebih aktif kampanye dibanding capres Prabowo Subianto. Ketua DPP Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir mengatakan ada tiga faktor yang membuat Prabowo lebih pasif dari Sandiaga.
“Kita melihat bahwa capres nomor 02 sepertinya sedang mager alias males gerak jadi layaknya jenderal perang yang hanya mengatur dari dalam tenda komando saja tapi ogah turun ke lapangan,” ujar Inas lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (13/10/2018).
Inas melihat faktor logistik jadi faktor pertama yang membuat Prabowo pasif dalam kampanye. Dia menganggap Prabowo menaruh harapan kepada Sandiaga untuk terjun ke lapangan menyapa masyarakat.
“Yang pertama adalah logistik. Bagaimana mungkin bergerak kalau tongpes alias kantong kempes! Memang betul kekayaannya mencapai Rp 1,9 triliun tapi bukan dalam bentuk uang cash semua, melainkan juga aset bergerak dan tidak bergerak, tapi beban hutangnya mencapai 7.6 triliun! Puyeng kan? Sudah dipastikan dia nggak mau keluar uang bukan? So, harapan-nya adalah ke Sandiaga Uno,” ujar Inas.
Inas memandang Sandiaga tak akan bersedia membiayai seluruh logistik kampanye pasangan nomor urut 02 ini.
Dia melihat, yang dilakukan Sandiaga saat ini adalah mempersiapkan diri untuk menatap Pemilu 2024 mendatang. Dia menilai Sandiaga sudah memperhitungkan soal peluang mengalahkan petahana.
“Apakah Sandiaga Uno mau membiayai seluruh logistik? Nggak mungkin deh, karena Sandi akan sangat berhitung bahwa sangat sulit melawan petahana yang sudah bergerak sejak dilantik jadi Presiden hingga sekarang dan pada kurun waktu yang sama Prabowo malahan sibuk main kuda-kudaan, karena itu Sandi kelihatannya sibuk mempersiapkan diri untuk pencitraan 2024 sebagai calon presiden,” ucapnya.
Faktor kedua yang membuat Prabowo pasif berkampanye, kata Inas, terkait soliditas Koalisi Indonesia Adil Makmur.
Inas menyinggung kembali soal mahar Rp 500 miliar yang sempat jadi kontroversi ketika Sandiaga dipilih menjadi cawapres Prabowo.
Inas yang juga masuk Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai tim penugasan khusus ini menyebut terjadi kericuhan di pengurus PAN dan PKS akibat isu yang diembuskan Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief.
“Yang kedua adalah soliditas. Soal mahar Rp 500 miliar yang digaungkan oleh Andi Arief ternyata isapan jempol belaka, yang justru membuat kader-kader PAN dan PKS menjadi tidak solid karena mereka sangat percaya bahwa DPP partainya mendapat mahar tersebut tapi nggak bagi-bagi ke daerah, sehingga ricuh di bawah,” tuturnya.
Faktor terakhir yang membuat Prabowo pasif dalam kampanye, menurut Inas, karena kader Gerindra yang putus asa. Hal ini berawal dari ungkapan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yang mengatakan Prabowo tengah dikepung.
“Yang ketiga putus asa/desperate. Putus asanya para kader Gerindra, terungkap dari pernyataan Muzani/Sekjen Gerindra yang merasa terkepung, karena partai-partai yang dulu mendukung Prabowo di 2014 sekarang beralih ke Jokowi, juga kepala daerah yang dulu di 2014 banyak yang mendukung Prabowo, tapi sekarang mendukung Jokowi, bahkan kepala daerah yang berasal dari PKS/PAN dan Demokrat ada juga yang beralih mendukung Jokowi,” ungkap Inas.
“Semua persoalan tersebut akhirnya bikin Prabowo mager alias males gerak, akibatnya dia bikin argumen yang aneh-aneh layaknya burung dalam sangkar yang bisanya hanya mencuit melulu,” sambung dia.
Anggapan Prabowo lebih pasif dibanding Sandiaga sudah dibantah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
BPN menyatakan sedang menyiapkan strategi untuk kampanye Pilpres 2019 yang sangat panjang. Prabowo disebut tetap aktif konsolidasi internal dan berkunjung ke daerah meski belum massif.
“Ini bagian dari strategi mengatur ritme, lalu juga mengatur prioritas mana yang penting karena ini kan permainannya panjang, enam bulan ke depan, itu kan menguras stamina,” kata jubir BPN, Andre Rosiade, saat dihubungi, Jumat (12/10).
Sumber: detik.com