Beritaenam.com, Jakarta – Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS (Centre for Strategic and International Studies) Arya Fernandes mencatat, harga bahan bakar minyak khususnya Premium selalu menjadi konsumsi politik.
Bagi calon presiden petahana keputusan menaikkan harga BBM berarti membuka amunisi bagi lawan untuk menyerang. Keputusan menaikkan harga BBM akan berpengaruh terhadap tingkat keterpilihan kandidat petahana.
“Efek menaikkan harga (Premium) berlapis. Di publik bisa muncul image yang kurang baik dan mengganggu elektabilitas. Kedua bagi oposisi punya amunisi baru untuk menyerang pemerintah,” kata dia, Jumat (12/10).
Partai oposisi, Arya melanjutkan, akan menggunakan variabel BBM Premium sebagai salah satu yang membedakan dengan koalisi petahana.
Ini juga yang dilakukan PDIP ketika menjadi oposisi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari membantah pembatalan kenaikan harga Premium ini karena faktor elektoral Jokowi. Menurut dia elektabilitas Jokowi sudah di angka 70 persen.
Dilansir dari detik.com, Arya menduga pembatalan kenaikan harga BBM Premium ini karena pertimbangan elektabilitas. Penggunaan isu BBM di panggung politik sudah lama terjadi.
“Pasti partai oposisi menggunakan ini (harga Premium) sebagai alat politik, sejak dulu BBM ini menjadi konsumsi politik juga,” papar Arya.