Site icon Beritaenam.com

Kasus BPJS Sama Dengan Jiwasraya dan ASABRI?

Informasi lebih lanjut sedang disidik Kejaksaan Agung. Penyidik Kejaksaan Agung sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, dengan nilai investasi mencapai Rp 43 triliun.

Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Terakhir, Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan inisial EA sebagai saksi terkait dengan penyidikan kasus dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan, Jumat.

Tidak hanya EA, jaksa penyidik juga meminta keterangan MKS selaku Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan.

Keduanya dimintai keterangan untuk mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Penanganan kasus ini di Kejaksaan Agung sudah naik status dari penyelidikan ke tahap penyidikan berdasarkan pada surat penyidikan nomor: Print-02/F.2/Fd.02/2021.

Jaksa penyidik telah menggeledah Kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta Selatan pada hari Senin (18/1), kemudian menyita sejumlah data dan dokumen.

Ia mengatakan bahwa pemeriksaan saksi-saksi sejak Selasa (19/1).

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, dari berbagai informasi yang didapatkan KSPI, dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini adalah berkategori pelanggaran berat dan patut diduga sebagai megakorupsi sepanjang BPJS Ketenagakerjaan berdiri, bahkan sebelumnya bernama Jamsostek.

“Bilamana dugaan korupsi ini terbukti dari hasil penyelidikan Kejaksaan Agung, berarti uang buruh Indonesia telah dirampok oleh “pejabat berdasi” para pimpinan yang ada di BPJS ketenagakerjaaan,” kata Said Iqba.

“Oleh karena itu, KSPI mengutuk keras dan meminta pemeriksaan terhadap dugaan skandal megakorupsi triliunan rupiah uang buruh yang ada di BPJS Ketenagakerjaan oleh Kejagung dibuka secara transparan,” katanya.

KSPI mendukung penuh langkah-langkah yang akan diambil oleh Kejaksaan Agung berkaitan dengan dugaan skandal megakorupsi.

Selanjutnya, KSPI meminta Kejaksaan Agung untuk mencekal direktur utama dan para Direksi BPJS Ketenagakerjaan agar tidak bepergian ke luar negeri selama proses penyelidikan, terhitung mulai hari ini (20 Januari 2021).

KSPI juga mendesak Dirjen Imigrasi untuk mencekal Dirut BPJS Ketenagakerjaan, bilamana akan pergi ke luar negeri.

“KSPI akan mengerahkan puluhan ribu buruh berbondong-bondong di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk mendatangi semua kantor cabang di kab/kota dan kantor-kantor wilayah BPJS Ketenagakerjaan di seluruh wilayah Indonesia untuk menanyakan keberadaan triliunan uang buruh yang diduga dikorupsi di BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Said Iqbal.

KSPI, kata Said Iqbal, memberi waktu 7 x 24 jam kepada BPJS Ketenagakerjaan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, untuk memberikan jawaban dan penjelasan atas fakta-fakta terhadap dugaan korupsi triliunan rupiah uang buruh di BPJS Ketenagakerjaan.

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja menyatakan hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan sepanjang 2020 sebesar Rp32,3 triliun. Sekitar 64 persen investasi dilakukan di surat utang.

Sementara 17 persen ditempatkan di saham, 10 persen di deposito, 8 persen di reksa dana, dan investasi langsung sebesar 1 persen.

Ia menjelaskan 98 persen portofolio saham merupakan saham-saham LQ45. Namun, Utoh tak menjelaskan rinci saham-saham apa saja yang dibeli oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Selain itu, Utoh menyatakan pihaknya juga membeli reksa dana berdasarkan underlying asset yang memiliki fundamental cukup kuat. Dengan demikian, BPJS Ketenagakerjaan mengklaim kualitas aset investasinya sangat baik.

“Pengelolaan dananya tidak pernah mengalami kendala likuiditas dan selalu mampu memenuhi kewajiban klaim kepada peserta,” ucap Utoh.

Terlebih, sambung Utoh, mitra kerja BPJS Ketenagakerjaan pada instrumen saham dan reksa dana juga harus melewati penilaian internal dengan beberapa indikator, yakni kualitatif dan kuantitatif.

Untuk indikator kuantitatif, penilaian dilakukan antara lain terhadap permodalan, likuiditas, rentabilitas, net profit marginasset under management (AUM)market share, skor reksa dana, dan aktivitas transaksi.

Sementara itu untuk indikator kualitatif, penilaian dilakukan berdasar komitmen, kredibilitas, reputasi baik, riset kuat, pengalaman, dan update informasi fundamental.

“Mitra investasi yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan juga dipastikan merupakan yang terbaik dan terbesar di kelasnya, seperti manajer investasi dengan dana kelolaan minimal Rp1,5 Triliun dan sudah berpengalaman minimal lima tahun,” jelas Utoh.

Ia menyatakan pengelolaan investasi BPJS Ketenagakerjaan mengacu pada instrumen dan batasan investasi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015, serta beberapa aturan OJK.

Terkait dengan penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, Utoh menyatakan pihaknya mengedepankan asas praduga tak bersalah. Namun, BPJS Ketenagakerjaan akan tetap menghormati proses penyidikan yang sedang berlangsung.

“Manajemen siap memberikan keterangan dengan transparan guna memastikan apakah pengelolaan investasi telah dijalankan sesuai tata kelola yang ditetapkan,” ujar Utoh.

Ia berharap proses penyidikan ini tak menimbulkan spekulasi dan keresahan di publik. Utoh mengaku tak mengetahui secara detail materi penyidikan yang sedang berlangsung.

“Terkait dengan materi penyidikannya, kami tidak memiliki informasi ya,” katanya.

Exit mobile version