Beritaenam.com — Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa membuat pernyataan.
Bahwa kandidat obat yang dikembangkan oleh tim peneliti gabungan Unair, TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) itu tinggal menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Perkembangan terakhir, hasil inspeksi Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) menemukan bahwa proses uji klinis obat Covid-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga bersama TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) belum valid.
Ada banyak hal yang masih harus diperbaiki agar obat tersebut dinyatakan valid dan mendapat izin edar BPOM. “Dalam status yang kami nilai adalah masih belum valid dikaitkan dengan hasil inspeksi kami,” kata Kepala BPOM Penny Lukito.
Terkait Vaksin Penny mengatakan, pihaknya melakukan inspeksi terhadap proses uji klinis pada 28 Juli 2020.
Adapun uji klinis dimulai pada 3 Juli lalu. Dari hasil inspeksi itu, muncul temuan kritis berupa tidak terpenuhinya unsur randomisasi atau pengacakan subjek uji klinis.
Padahal, subjek dari suatu riset harus memenuhi unsur pengacakan agar merepresentasikan populasi. Pengacakan itu berkaitan dengan keberagaman subjek penelitian, seperti variasi demografi, derajat kesakitan, hingga derajat keparahan penyakit dari yang ringan, sedang, hingga berat.
“Subyek yang diintervensi dengan obat uji ini tidak merepresentasikan keberagaman tersebut karena itu bagian dari randomisasi acaknya itu yang merepresentasikan validitas dari suatu riset,” ujar Penny.
Selain itu, Penny mengungkap, proses uji klinis yang dilakukan Unair bersama TNI AD dan BIN ternyata melibatkan orang tanpa gejala (OTG) untuk diberi terapi obat.
Padahal, sesuai dengan protokol uji klinis, OTG seharusnya tidak perlu diberi obat. Selanjutnya, hasil uji klinis obat Covid-19 itu juga belum menunjukkan adanya perbedaan signifikan dengan terapi Covid-19 lainnya.
Agar menunjukkan hasil yang signifikan. “Suatu riset itu harus bisa menunjukkan bahwa sesuatu yang diintervensi baru tersebut memberikan hasil yang cukup signifikan, berbeda dibandingkan dengan terapi yang standar,” tutur Penny.
Penny mengatakan, BPOM telah menyampaikan temuan inspeksi ini ke pihak Unair, TNI AD, dan BIN. BPOM pun meminta tim pengembang untuk memperbaiki proses penelitian mereka.
BPOM belum dapat menindaklanjuti kembali karena tim peneliti belum melakukan perbaikan.