Site icon Beritaenam.com

KPK: Sofyan Basir akan Diperiksa dalam Waktu Dekat

Sofyan Basir.

beritaenam.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Bos PLN itu akan diperiksa penyidik dalam waktu dekat.

“Jadwal pemanggilannya, saya belum tahu persis tapi dalam waktu dekat,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK lama, Jakarta, Jumat, 26 April 2019.

Sofyan telah dicegah bepergian ke luar negeri oleh Direktorat Imigrasi Kemenkumham setelah mendapat surat permintaan dari KPK. Bos PLN itu dilarang pelesiran selama enam bulan ke depan.

Laode mengatakan, pencegahan terhadap seorang tersangka merupakan hal lumrah yang dilakukan KPK dalam proses penanganan perkara. Pencegahan dilakukan untuk memastikan Sofyan tetap berada di Indonesia selama proses penyidikan.

“Seperti biasa kan, untuk jaga-jaga, saya yakin beliau kooperatif tapi setiap ditetapkan tersangka. Itu prosedur standar KPK,” katanya.

Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015.

Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.

Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.

Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.

Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit.

PLTU Riau-I dengan kapasitas 2×300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.

Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.

Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Exit mobile version