Site icon Beritaenam.com

Laut Natuna Akan Diisi 2.500 Kapal Cantrang Ukuran 60 gros ton?  

Beritaenam.com — Polemik alat tangkap cantrang yang dikategorikan sebagai alat tangkap terlarang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih menjadi pro kontra.

KKP yang berperan sebagai Pemerintah, tak juga berhasil menyelesaikan polemik yang melibatkan nelayan, pemilik kapal, dan pengusaha.

Alat cantrang yang dimodifikasi menyerupai trawl tidak cocok digunakan di perairan Indonesia dan Zona ekonomi ekslusif (ZEE). Pukat harimau dan cantrang modifikasi, dianggap merusak keragaman hayati.

Kordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri di Jakarta (22/1/2020) menyatakan untuk kesejahteraan nelayan, dimungkinkan. Tapi, dengan catatan, ada alat tangkap modern.

Pelarangan cantrang yang menyerupai trawl,  dilakukan secara selektif di tempat atau musim tertentu.

Nah, ada kabar, Pemerintah membuka ide, dimungkinkan Laut Natuna diisi 2.500 kapal cantrang ukuran 60 gros ton. Benarkah?

 

Kapal yang menggunakan pukat hela (trawl) untuk menangkap ikan. Foto : youtube

Fungsi Awal

Tentang polemik pelarangan cantrang tersebut, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto menjelaskan, penggunaan cantrang sebagai alat tangkap, dewasa ini sudah jauh dari fungsi dan bentuk awal.

Sekarang ini, cantrang fungsi dan wujudnya sudah menyerupai alat tangkap trawl atau pukat harimau.

Menurut Luky, karena perubahan fungsi tersebut, dia menilai penggunaan cantrang untuk saat ini sebaiknya harus ditertibkan.

Hal itu, karena cantrang yang ada sekarang, wujud dan fungsinya sudah dimodifikasi sedimikian rupa hingga menyerupai pukat harimau.

Sementara, alat tangkap tersebut, sudah jelas bisa merusak ekosistem karena penggunaannya langsung dengan menggunakan pemberat di dasar laut.

“Cantrang itu sekarang tak ubah seperti Trawl. Itu karena cantrang yang dulu muncul di awal, kemudian dimodifikasi hingga seperti Trawl.

 

 

Exit mobile version