Site icon Beritaenam.com

LBH Pers Kutuk Kekerasan pada Empat Jurnalis saat Meliput Demo

LEMBAGA Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sebanyak empat jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput jalannya aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Kekerasan itu berupa penganiayaan hingga perampasan alat kerja mereka, di Jakarta, pada Kamis (8/10).

”Penangkapan, penganiayaan, dan perampasan alat kerja wartawan itu adalah tindakan kriminal yakni melanggar Undang-undang Pokok Pers,” ujar Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, di Jakarta, Jumat (9/10).

Ade menambahkan, jumlah kasus kekerasan terhadap empat jurnalis ini belum termasuk kasus yang terjadi di daerah-daerah luar Jakarta.

Sekarang, ujar Ade, pihaknya menanti sikap tegas dari Pemerintah mengungkap siapa dan kelompok mana penunggang jawab demo UU Cipta Kerja yang berujung ricuh tersebut.

Menurut Ade, jumlah itu belum terdokumentasi karena LBH Pers masih fokus melakukan pendampingan massa aksi yang diamankan aparat kepolisian.

“Di luar Jakarta cukup banyak kasus serupa, belum kita dokumentasikan. Sebab, kita masih fokus dan sibuk melakukan pendampingan kasus di Jakarta,” ujar dia.

Selain itu, Ade mengutuk keras kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap jurnalis maupun massa aksi.

“Kami mengecam segala bentuk kekerasan yang terjadi. Baik itu kepada jurnalis maupun masa aksi lainya. Jurnalis sendiri merupakan pekerja yg seharusnya dilindungi berdasarkan UU Pokok Pers,” tegas Ade.

Aksi unjuk rasa di Jakarta pada Kamis (8/10) diwarnai kericuhan. Insiden ini diduga tidak terlepas dari provokasi yang dilakukan aparat keamanan terhadap massa aksi.

Provokasi ditunjukkan dengan adanya penyekatan jalan yang menjadi jalur yang akan dilewati massa aksi menuju Istana Kepresidenan hingga adanya penembakan gas air mata.

Saat berlangsung aksi itu, Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik, Jumisih, meminta aparat kepolisian untuk menghentikan provokasi terhadap para demonstran.

“Kepada para aparat jangan terus provokasi, jangan menambah marah dengan beragam represi tidak manusiawi kepada penolak omnibus law,” ujar Jumisih dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (8/10).

Exit mobile version