Site icon Beritaenam.com

Ma’ruf Amin: Jangan Siap Menang Tapi Enggak Siap Kalah

Maruf Amin Hadir di Siaturahmi Kebangsaan di PWNU Jawa Timur.

beritaenam.com, Surabaya – Cawapres 01 Ma’ruf Amin enggan mau menyebutnya wakil presiden meski menang versi quick count. Hal ini ditegaskannya saat menghadiri acara Silaturahmi Kebangsaan bersama kiai dan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama ( NU) di kantor PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid Agung Surabaya, Minggu (28/4) sore.

“Walaupun menangnya itu baru di quick count, saya belum boleh disebut Wapres, baru siap-siap jadi Wapres, jadi siap-siap saja!” tegas Ma’ruf di hadapan kiai dan tokoh-tokoh NU Jawa Timur.

Namun dia tetap berharap agar hasil real count Komisi Pemiihan Umum (KPU) yang masih berproses tak berubah. Hasil real count KPU hingga kini pasangan Joko Widodo ( Jokowi)-Ma’ruf Amin mengungguli lawannya Prabowo-Sandiaga.

“Lebih cepat lebih bagus dari hasil quick count,” kata dia.

Untu itu, Ma’ruf Amin meminta seluruh elemen pendukung, termasuk NU terus mengawal proses demokrasi yang baru saja dilasanakan ini. “Kita harus terus mengawal hasil ini,” ucapnya.

Tak lupa mantan Rais Aam PBNU ini juga meminta kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno untuk menerima hasil Pemilu yang diputuskan KPU nanti. Dia mengatakan, awalnya jika siap menang maka juga harus siap kalah.

“Jangan siap menang tapi enggak siap kalah, nah ini jangan sampai, karena bisa menimbulkan konflik, baik di kalangan horizontal maupun vertikal,” tukasnya.

Pemilu untuk mencari pemimpin terbaik dari yang paling baik, bukan perang. Apalagi diibaratkan seperti perang Badar hingga dipertahankan mati-matian.

Penegasan ini disampaikan Cawapres 01 KH Maruf Amin di acara Silaturahmi Kebangsaan yang digelar PWNU Jawa Timur, Minggu (28/4) sore.

“Pilpres itu mencari pemimpin yang terbaik, sehingga perbedaan itu tidak boleh ada,” ucap Kiai Ma’ruf.

Menurutnya, jangankan perbedaan pilihan politik, perbedaan agamapun ada toleransinya: Lakum Dii Nukum Waa Liyadiin (Bagimu agamamu bagiku agamaku). Pun begitu dengan Pilpres maupun Pileg, harus saling menghormati perbedaan.

“Tapi ada yang menganggap ini seperti hidup mati, sehingga, sepertinya Pilpres itu menjadi pilihan mati hidup, sehingga mati-matian harus menang,” katanya mengingatkan.

Untuk itu, Ma’ruf Amin, menjadi tugas berat bagi pemerintah dan NU untuk kembali menyatukan perbedaan menjadi satu kesatuan utuh usai Pemilu.

“Nah, ini merupakan upaya-upaya yang cukup keras, cukup serius,” ujar dia.

“Mudah-mudahan bisa kita lakukan, sekarang sudah didengungkan rekonsiliasi nasional, menyatukan kembali,” sambungnya, seperti dilansir dari merdeka.com

Tugas berat lainnya adalah meminimalisir tumbuh-kembangnya kelompok-kelompok radikal yang mulai menjadikan politik sebagai alat perujuangan.

“Kita berharap politik identitas semakin mengeras. Kelompok-kelompok radikal sekarang sudah tidak ada di bawah, tapi sudah masuk ke ranah poitik,” tukasnya.

Kehadiran-kehadiran kelompok-kelompok intoleran, menurutnya, menjadi tantangan terberat pemerintah, termasuk Nahdiyin untuk memperjuangkan keragaman di Indonesia.

Karena, menurutnya, banyak negara-negara hancur karena kelompok-kelompok radikal, seperti yang terjadi di kawasan Timur Tengah.

“Jadi (kelompok radikal) menggunakan politik sebagai kendaraan untuk memperjuangkan aspirasinya. Ini kita lihat bahwa sekarang, ke depan kita akan menghadapi dunia perpolitikan yang juga diwarnai oleh identitas,” tukas Ma’ruf Amin.

Untuk itu, Ma’ruf Amin menegaskan, NU harus bisa menyatukan keberagaman dan perbedaan dengan penguatan dan konsolidasi yang terus-menerus.

“Mengawal NKRI tidak hanya dengan da’wah tapi juga dengan politik, kalau politik itu dikuasai kelompok-kelompok yang tidak moderat, itu akan bahaya,” katanya.

“Terjadinya konflik-konflik sebagaimana terjadi di Afghanistan, Yaman, Syiria, semua negara-negara pernah mengalami pergolakan. Oleh karena itu, NU sebagai oraganisasi Islam terbesar di Indonesia punya tanggung jawab besar,” tandasnya.

Exit mobile version