Site icon Beritaenam.com

Mendagri Tito: Sistem E-Voting Layak Diterapkan Di Pemilu di Indonesia

Beritaenam.com — Semangat atau spirit di balik Pemilu termasuk di Pilkada, adalah untuk kepentingan demokrasi, partisipasi politik rakyat dan juga untuk seleksi pencarian pemimpin untuk kepentingan legitimasi pemerintah. Namun meski demikian, kita juga jangan menafikan atau menutup mata pada adanya ekses-ekses atau dampak negatif dari pemilu.

Diskusi Publik bertema Urgensi Mewujudkan Pilkada Demokratis dan Berkualitas: Tantangan dan Harapan, di Jakarta, Senin 09/03/2020.

Tampak para aktivis pro demokrasi yang tergabung dalam PGK (Perhimpunan Gerakan Kebangsaan). Hadir antara lain Hariman Siregar yang dikenal sebagai aktivis Malari 74, mantan anggota DPR sekaigus Ketua Umum PGK, Bursah Zarnubi, Pengamat Militer, Conni Rakahundini Bakri.

Juga hadir pembicara Prof Dr Siti Zuhro dari LIPI serta Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem dan LSM pemerhati Pemilu di Indonesia.

Pembicaraan menyangkut aspek positif dan negatif seperti “keterbelahan” masyarakat yang mengancam integrasi bangsa. Ini juga mengganggu kerukunan, melanggengnya politik identitas, munculnya konflik yang mengandung kekerasan serta ‘high cost politics’ atau biaya tinggi yang harus dikeluarkan oleh kontestan Pilkada.

“Kita harus memikirkan cara-cara untuk mengurangi semua dampak negatif di atas dengan tetap menjaga agar Pemilu atau Pilkada tetap demokratis dan tetap menjamin hak-hak konstritusional masyarakat,” ujar Tito sambil menyebut beberapa contoh empirik dari sistem pemilihan kita baik Pilpres ataupun Pilkada.

Mendagri mengaku, suka berdiskusi dengan hampir semua kalangan kompeten untuk mengembangkan sistem Pemilu dan Pilkada yang efektif dan berkualitas.

Bahkan, atas inisiatifnya, Kementerian Dalam Negeri yang dia pimpin sekarang ini telah menjajagi evaluasi penyelenggaraan Pilkada dengan sejumlah universitas dan lembaga penelitian untuk melakukan evaluasi bersifat akademis dan independen terhadap penyelenggaraan Pilkada, yang tahun ini akan diselenggararakan untuk ke empat kalinya meliputi 270 daerah.

“Salah satu alternatif jalan keluar yang sedang saya pikirikan adalah menerapkan sistem E-Voting di dalam pemberian suara” tandas Tito yang disambut tepuk tangan peserta yang menyesaki ruang diskusi di sebuah hotel di wilayah Jakarta Selatan itu.

Tito mengaku punya data, bahwa sistem E-Voting malah sudah diterapkan di beberapa negara dan bahkan di dalam pemilihan Kepala Desa di Indonesia sudah berhasil.

“Sistem KTP El di Dukcapil Kemendagri telah menjangkau 98% warga Indonesia yang berhak memiliki KTP yang juga sebenarnya “idem ditto” dengan pemilih,” ujar Tito tentang sistem akurasi data KTP El juga sudah dengan ‘double filter’, yaitu dengan identifikasi irisan mata dan sidik jari, sehingga tingkat akurasi sangat tinggi untuk mencegah penduduk untuk memiliki KTP ganda.

“Gejala politik “ghost voter” atau “pemilih palsu yg tak berhak” nyatis tak dimungkinkan terjadi bila dua variabel kontrol KTP, scan irisan mata dan sidik jari, diberlakukan bagi pemilih lewat sistem E-Voting,” Tito memaparkan.

Artinya, masih menurut pembicara yang dalam hal ini Menteri Dalam Negeri. Dengan dukungan sistem kependudukan yang sangat akurat demikian, maka daftar pemilih akan lebih mudah namun akurat diintegrasikan dalam sistem E-Voting.

“Lewat E Voting, kita tak perlu lagi membangun ratusan ribu TPS konvensional, tak membutuhkan kertas surat suara, juga tak membutuhkan ratusan ribu tenaga TPS yang semuanya tentunakan sangat menghemat biaya. Tentu keamanan data sistem E-Voting harus tetap diutamakan.” ucap Tito.

Menanggapi hal itu, Prof Siti Zuhro dari LIPI menimpalinbahwa setiap sistem yang dipandang bisa meningkatkan kemudahan dan memperhatikan “keunikan” Indonesia layak dipertimbangkan.

“Inti Pemilu, pada prinsipnya, adalah upaya mengkonversi suara pemilih menjadi dukungan elektoral ke kontestan atau partai,” ujar Tito.

Bila makna ini kita pegang maka kita harus terbuka ke dalam metode-metode yang menjamin efisiensi dan mengurangi dampak buruk yang bisa merusak demokrasi itu sendiri. “Kemajuan teknologi seperti E-Voting dapat diadopsi karena hal ini tidak mengurangi hak konstitusional masyarakat” demikian Siti mendukung ide Tito.

 

Exit mobile version