Bukan saja, media cetak, atau media online yang senjakala. Kini, televisi juga memasuki senjakala, harus bersaing keras untuk tetap hidup.
Beritaenam.com— Baru kali ini Najwa Shihab tak didukung public, termasuk senior di dunia televisi. Komentar ini menyebar dalam ranah digital media sosial FB, hingga WA Groups.
New Era memang membawa “normatif” baru di era digital. Bagaimana televisi, untuk menggaet iklan perlu “sesuatu” yang menarik.
Bukan saja, media cetak, atau media online yang senjakala. Kini, televisi juga memasuki senjakala, harus bersaing keras untuk tetap hidup.
Transformasi digital harus diakui membuat televisi kalah pamor dengan netizen yang membuka akun youtube.
Kini, banyak artis yang seakan presenter karena tak dapat order off-air, membuka akun Youtube untuk berharap acaranya viral. Tak ketinggalan pemuka agama melakukan trik itu, untuk mendapatkan penghasilan dolar.
Hanya saja, tradisi “good journalism” yang baik seakan luput, tatkala kemudian menjadi ladang mencari keuntungan.
Banyak konten kreator Indonesia yang namanya melejit dengan memiliki jutaan subscribers, menghalalkan segara cara untu mendapatkan penghasilan ekstra dari konten yang mereka unggah di akun Youtube.
“Yang mereka lupa. Budaya jurnalistik tetap harus dipegang. Jangan juga presenter atau pewawancara itu seakan menjadi seorang hakim yang adil,” ujar S.S Budi Rahardjo, Ketua Forum Pimpinan Media Digital ikut mengomentari acara Mata Najwa. Sebuah program TV yang dipuji, karena sang pewawancara yang cerdas.
Untuk Najwa Shihab, S.H. yang akrab dipanggil Nana, ia adalah mantan pembawa acara berita di stasiun televisi Metro TV.
Pernah menjadi anchor dalam program berita prime time Metro Hari Ini, Suara Anda dan program bincang-bincang Mata Najwa. Najwa adalah putri kedua Quraish Shihab, Menteri Agama era Kabinet Pembangunan
Najwa kerap bergerak sebagai jurnalis kritis, mengklarifikasi hal-hal penting untuk kemudian dipaparkan ke publik.
Hanya saja, kali ini, perempuan dan dunia jurnalistik — kombinasi yang saling menguntungkan itu — seakan kehilangan pamor.
Menggantikan wawancara Terawan dengan bangku kosong hanya membuat “sensasi”. Semacam entertain yang seolah memihak publik.
Aura Najwa Yang Biasa Memancar, Kali ini Terkikis
Menyindir Menteri Kesehatan Letnan Jenderal TNI (Purn) Terawan Agus Putranto. Monolog host kondang itu viral di media sosial. Membangun pro kontra dari “satire” yang dibuatnya, terutama di media sosial.
“Monolog Najwa, semacam cara kerja infotainment mengejar artis, agar acaranya dapat dilirik pemasang iklan,” masih menurut Budi Jojo, pria yang sempat mendapat bea siswa Crash Program Ford Foundation, untuk Jurnalis Investigasi itu.
Pria yang beberapa waktu lalu, juga sempat diminta RCTI untuk mentoring pembawa acara talkshow Dewi Hugges, dalam acara “Angin Malam” ini menganalogikan, Monolog Najwa ini mirip pewawancara youtube.
Yang tak peduli apakah karyanya itu, disebut karya jurnalistik atau bukan. Yang penting, bisa mengais rejeki ketika tayangan itu di klik orang. Fatalnya, malah oleh Youtube “ditutup” karena salah riset menghadirkan profesor “abal-abal”.
“Iya, tidak hadirnya seorang narasumber bukanlah hal aneh dalam acara talk show media. Yang aneh jika wawancara dilakukan tanpa narasumber dan dijadikan parodi,” kata salah satu pendiri dan juga penasihat BRD (Beranda Ruang Diskusi), Dar Edi Yoga, dalam pernyataan tertulis kepada media massa, Kamis (1/10).
Menurut Dar Edi, narasumber di belahan bumi mana pun punya hak untuk tidak menghadiri talk show yang digelar media massa.
Narasumber juga berhak menolak diwawancara atau memberikan pernyataan untuk media. Seharusnya, Najwa sebagai wartawan muda paham dan menghormati hak itu.
Menurut Dar Edi, monolog Najwa yang cenderung mem-bully Menteri Terawan itu dapat menjadi preseden buruk bagi pihak-pihak penyelenggara acara serupa “Mata Najwa”.
Penyelenggara talk show berpotensi meniru aksi Najwa mem-bully tokoh publik yang menolak menghadiri acaranya karena urusan lebih urgen.
“Agenda kegiatan seorang Menkes tentu sangat padat, dan beliau pasti memiliki skala prioritas mana yang sangat penting, penting, kurang penting dan tidak penting untuk dihadiri,” ungkap Dar Edi.
Menurutnya, pemirsa televisi Indonesia bisa menilai sendiri apakah Najwa terlihat berusaha untuk memahami kesibukan seorang Menteri Kesehatan atau malah sebaliknya; cuma ingin dimengerti karena rasa jemawa.
Dar Edi Yoga sendiri menilai Menteri Terawan sebagai pejabat publik yang tidak haus pemberitaan. Bagi Terawan, kerja dalam diam sambil menyelesaikan berbagai persoalan adalah hal utama.
“Ketika dia berseteru dengan IDI terkait metode cuci otak, tidak pernah Terawan berupaya membela diri dengan membuat jumpa pers atau hadir di acara televisi untuk klarifikasi,” ujar Dar Edi.
Di sisi lain, Dar Edi mengetahui Terawan adalah tokoh kesehatan yang telah mendapatkan berbagai penghargaan internasional atas penemuan-penemuannya. Ia menyebut, puluhan ribu orang telah tertolong dengan metode penyembuhan yang digagas Terawan.
“Walaupun Terawan dibully seperti apapun, dia tidak akan pernah mau menanggapi. Ibarat jika ada yang menampar pipi kanannya maka dia akan memberi pipi kirinya,” ujar Dar Edi Yoga.
Sementara itu, dosen hukum media Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, C. Chelsia Chan, SH.LL.M, mengingatkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Ini disusun bersama oleh stakeholder penyiaran dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tahun 2012, secara khusus Pasal 30 ayat (1), mengatur bahwa lembaga penyiaran harus menghormati hak seseorang yang menolak berpartisipasi dalam sebuah program siaran.
“Di sisi lain Pasal 35 mengatur bagaimana pewawancara suatu program siaran wajib mengikuti ketentuan untuk tidak memprovokasi narasumber dan/atau menghasut penonton dan pendengar. Terlepas bahwa program siaran tersebut mengangkat masalah yang erat hubungannya dengan kepentingan publik,” jelas Chelsia Chan.
Kehilangan pamor. Menggantikan wawancara Terawan dengan bangku kosong hanya membuat “sensasi”. Semacam entertain yang seolah memihak publik. Monolog Najwa, semacam cara kerja infotainment mengejar artis, agar acaranya dapat dilirik pemasang iklan.
sumber: Media Internasional