Bandung – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan gerakan people power haram apabila mengandung unsur inkonstitusional. MUI meminta warga khususnya masyarakat di Jabar untuk tidak ikut-ikutan gerakan tersebut.
“Mengingatkan untuk menyikapi situasi yang berkembang pada hari ini, di negara bangsa yaitu tentang pilpres dan pileg, nampaknya banyak pernyataan yang tidak sesuai dengan bukti. Oleh karena itu ajakan apa pun yang istilahnya people power, itu jangan diikuti, itu hanya perbuatan yang mencoba menggiring atau membuat sebagian masyarakat untuk terbawa arus,” tutur Ketua MUI Jabar Rachmat Syafei kepada wartawan saat pertemuan ulama di Hotel Grand Pasundan, Jalan Peta, Kota Bandung, Rabu (15/5) malam.
“Karena people power dalam sistem kenegaraan, untuk mengganggu pemerintahan yang sah itu disebut juga, bisa mengarah pada bugat, memberontak kalau dalam istilah fiqih,” Rachmat menambahkan.
Menurut dia, perbuatan people power bisa dikategorikan perbuatan haram. Terlebih jika perbuatan itu melanggar konstitusi yang ada.
“Jadi artinya people power yang dilakukan itu bisa dikenai haram. People power kalau inkonstitusional jadi termasuk bugat. Bugat itu adalah cara menggulingkan pemerintah yang sah, itu termasuk bugat. Bugat itu dilarang dan harus diperangi. Bugat itu adalah haram. People power yang sama dengan bughat itu adalah haram,” ujar Rachmat.
MUI mengumpulkan sejumlah ulama, pimpinan pondok pesantren serta tokoh-tokoh ormas islam di Jabar. Para tokoh diharapkan bisa mengajak masyarakat untuk tidak ikut serta melakukan aksi people power.
“MUI memberikan arahan penjelasan untuk menyikapi situasi seperti itu, agar mereka mengajak masyarakat supaya tidak ikut-ikutan provokasi untuk people power itu,” kata Rachmat.
Rachmat mengatakan proses pemilu saat ini masih dalam penanganan KPU yang merupakan lembaga resmi pemerintah. Pihaknya mengajak masyarakat untuk menunggu dengan sabar dan tenang hasil penghitungan nasional yang dilakukan oleh KPU.
“KPU sekarang sedang melaksanakan (penghitungan) tidak usah diganggu seperti pemilu curang. Apabila ada (kecurangan) itu ada koridornya, ada aturan hukumnya. Tidak usah disampaikan di jalanan, langsung sampaikan secara proporsional,” ucap Rachmat, seperti dilansir dari detik.com
“Jangan putus asa misalnya ini tidak didengar, belum tentu. Ada yang menyatakan bahwa ini memang sudah disampaikan ke Bawaslu tapi tidak didengar. Betul kah itu? Bawaslu itu mendengar, adapun penyelesaiannya ini bertahap. Atau barangkali buktinya tidak ada, sehingga tentu yang memproses itu agak kesulitan kalau buktinya tidak ada,” tutur Rachmat menambahkan.