Site icon Beritaenam.com

“Musibah” Stafsus Presiden, Merupakan Pemicu

Beritaenam.com — Hari Kamis 9 April 2020 Rosiana Silalahy membedah koflik kepentingan oleh dua Staf Khusus Presiden terkait budget APBN.

Bukan hanya “talkshow”, tapi publik membicarakan yang di alokasikan ke Ruang Guru dan surat ke kecamatan untuk bisnis PT Amarta Karya sebagai pelasana program  Stafsus.

PDBI selalu mencermati sejarah kebijakan ekonomi Indonesia yang sebetulnya selalu mengacu kepada pengalaman luar negeri.

There is nothing new under the sun.

Makanya bila meniru harus lengkap dan detail, supaya tidak hanya meniru dampak negatifnya dan kehilangan tujuan positifnya.

Soal bursa saham juga sebetulnya Indonesia tidak ketinggalan zaman, bahkan di zaman Hindia Belanda ada tiga kota memiliki bursa, Jakarta, Surabaya dan Semarang.

Sekarang untuk mengatasi konflik kepentingan antara staf khusus dan pejabat penyelenggara negara, maka sudah waktunya diundangkan.

Bahwa setiap penyelenggara negara yang memiliki bisnis pada saat dia jadi penyelenggara negara harus segera mengampukan (meletakkan asset-nya ke bawah pengampuan) lembaga trunst national independent (blind trust management di USA). 

Baik Presiden Clinton maupun presiden Bush menempatkan seluruh asset yang dimiliki kebawah pengampuan Pell Rudman.

Saya pernah mengusulkan penerapan UU pengampuan asset pejabat itu waktu ikut seleksi capim KPK 2007. Tapi, gagal di 26 besar. Saya tidak lolos masuk 10 besar, karena seolah mau mengontrol presiden.

Sekarang, ketika Pemerintah sedang menghadapi pandemi Covid-19, “muncul”nya skandal stafsus yang heboh mengingatkan kita.

Pada perlunya membuat rambu rambu sebelum terlambat merajalelanya konflik kepentingan “Dwi Fungsi Pengusaha”.

Dimana pengusaha menduduki jabatan penguasa, lalu membuat kebijakan untuk dirinya sendiri.

Maka “musibah” stafsus ini, hendaknya merupakan pemicu agar Kabinet Indonesia Maju menerapkan regulasi yang efektif mengawasi konflik kepentingan.

Orang boleh bolak balik dari jalur atau bidang bisnis, jadi ASN atau sebaliknya, asal harus ada mekanisme sistemik dan regulasi yang mengawasi konflik kepetingan itu.

Dengan mengharuskan para pejabat ASN ex atau merangkap bisnis itu tidakn menyalagunakan posisinya dengan melanggar UU Konflik Kepentingan.

Ini harus merupakan bagian dari Omnibus Law untukmengatasi beaya tinggi ekonomi akibat korupsi sehingga ICOR kita masih tertinggi di ASEAN paling eidak efisien 6,4 dibanding 3,2 ASEAN).

 

Cristianto Wibisono sedang diskusi bersama Pimpinan Media Digital Indonesia

 

 

Exit mobile version