Site icon Beritaenam.com

PBNU Menilai Ijtimak Ulama III Menentang Demokrasi

Wakil Sekjen PBNU Imam Pituduh.

beritaenam.com, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tak sepakat dengan Ijtimak Ulama III yang meminta KPU, dan Bawaslu untuk mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Keputusan itu dinilai menentang demokrasi di Indonesia.

“Kita sebagai warga bangsa wajib hukumnya menghormati demokrasi. Nah berdemokrasi itu juga menghormati perbedaan pendapat,” kata Wakil Sekjen PBNU Imam Pituduh di Cafe Tjikini Lima, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Mei 2019.

Menurut dia, pengambilan keputusan dari para ulama pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu juga bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka dinilai memiliki kepentingan sendiri dan tidak bisa mewakili seluruh ulama.

“Tetapi ketika pendapat itu sudah mengarah kepada hal-hal yang provokatif, dan di luar kewajaran, dan di luar yang berlaku di Indonesia, kita seharusnya menggunakan pendapat yang betul-betul sesuai dengan kaidah berbangsa dan bernegara dan aturan hukum yang berlaku,” ujar Imam.

Imam menyarankan para ulama membimbing masyarakat untuk membangun persatuan dan pembangunan pascapemilu ketimbang menggelar ijtimak. Karena, ulama yang bisa menyatukan masyarakat.

“Iktikaf-nya tadi bagaimana kita membangun trust building, memulai lagi merajut kebersamaan kita sebagai warga negara berbangsa, ikatan-ikatan sosial yang sempat renggang, kita eratkan kembali,” tutur Imam.

Dia berharap masyarakat lebih mempercayai KPU ketimbang Ijtimak Ulama III. Masyarakat juga harus legawa dengan apapun hasil yang ditetapkan KPU.

“Siapa pun menang dan kalah itu bagian dari proses demokrasi yang harus kita hormati, kita harus sepakat dengan itu,” pungkas dia.

Exit mobile version