Site icon Beritaenam.com

Perjalanan Tanpa Batas Kembali Diingatkan Lewat Selembar Foto

Dibikin nangis, gara-gara dapat kiriman foto almarhum sahabat karib saya, Sugeng Handoko, namanya. Dia meninggal 8 tahun yang lalu, karena sakit lever dan komplikasi. Saya sangat kehilangan sahabat sekaligus soulmate saya. Dia orangnya sangat bersahaja, sangat paham tentang diri saya, sikap saya, bahkan karakter saya. Teman suka dan duka, yang siap menemani saya kapan saja, dalam situasi apapun.

Dia orang yang nggak pernah marah, atau tersinggungan biar dalam kondisi apapun. Kami sering ledek-ledekan. Bahkan tak jarang saya sering ‘ngerjain’ dia, hanya untuk sekedar seru-seruan. Sebelum ikut saya, dia seorang wartawan freelance. Saya sudah keluar dari dunia wartawan, dan sudah merintis bisnis showbiz. Kesibukan saya luar biasa, waktu itu maklum baru merintis usaha, semua saya handle sendiri.

Suatu hari kita janjian ketemuan. Disepakati ketemu di kawasan Blok M, jam 9 pagi. Setengah jam sebelumnya, dia telpon, sudah di lokasi. Sementara saya masih di rumah. Dan saya lupa kalau ada jadwal ke studio Indosiar (Daan Mogot) jam 10 pagi. Makanya saya sampaikan, gimana kalau ketemu di studio Indosiar saja. Dia bilang oke, langsung meluncur ke Indosiar. Dalan perjalanan saya dapat kabar kalau jadwal saya di Daan Mogot cancel. Ya sudah saya pun belok arah, ngurusin kerjaan yang lain.

Lagi-lagi saya lupa kalau ada janji ketemu sama Sugeng di studio Indosiar. Tahu-tahu jam 4 sore dia telpon katanya masih nungguin di Indosiar. Waduh saya merasa bersalah, saya nggak kasih kabar sama dia, kalau saya nggak jadi ke Daan Mogot. Saya bilang habis ini mau langsung ke Bekasi.

“Apa enaknya ketemu di Metropolitan Mall, Bekasi Barat?” Dia pun tanpa complain langsung iya, dan meluncur menggunakan angkutan umum tujuan Bekasi. Tunggu aja di situ, jangan kemana mana, kata saya. Siapp, jawabnya. Saya ada urusan dulu di Pekayon, Bekasi Barat, sampai malam. Dia nelpon. Saya bilang, ya sebentar lagi. Jam sudah menunjukkan pukul 21.30, setengah jam lagi mall tutup. Cepetan mall sudah mau tutup, katanya. Ya, kamu tunggu di lampu merah pinggir jalan saja, ini sudah jalan, kata saya.

Kelar urusan, saya pun bergegas tancap gas balik Jakarta, nggak lupa pingin nyamper sahabat saya yang sudah janjian dari pagi. Dia nunggu di lampu merah. Di perjalanan, sambil nyetir bawa mobil sendiri, saya sibuk bertilpon kesana kemari. Mobil memasuki gerbang tol, saya nggak nyadar, kalau saya sebenarnya ada janji nyamper sohib di lampu merah. Baru tau ketika dia hubungi, saya sudah di posisi di UKI, keluar tol Cawang. Waduhhh, gimana sih dihubungi nggak bisa-bisa tahu-tahu sudah sampai UKI, katanya lewat telpon.

Singkat cerita, dia naik bus nyusul saya ke Cawang. Saya nunggu di pinggir jalan,. Dia datang, langsung masuk mobil. Saya minta maaf, dia maklum. Kami tertawa, di perjalanan, cerita-cerita tentang banyak hal, tentang hari ini. Kami pun menuju kedai kopi langganan, ngobrol berdua hingga larut malam.

Sugeng dari Gunung Kidul, Jogjakarta. Setiap pulang selalu bawakan saya ingkung (ayam utuh direbus dan dibumbui), itulah tradisi Jawa sebagai wujut penghormatan kepada sahabat. Ingkung, artinya ingkang manekung (yang muda atau bawahan hormat kepada yg tua atau atasan).

Saya dapat foto ini, tiba-tiba saya kangen dia. Banyak suka duka, tentang perjalanan hidup, dia tau dan merekam semuanya sebagai teman, sekaligus pengawal. Dia orangnya nggak tersinggungan, nggak baperan. Hidupnya bersahaja, kesederhanaan yang ditunjukkan, yang penting bisa makan, dia tinggal di rumah kakaknya seorang polisi dengan pangkat perwira menengah. Kalau ada rizky lebih, dia bagi2 ke teman atau orang yang hidupnya susah. Harta nggak dibawa mati, katanya. Dia masih membujang, sampai akhir hayatnya.

Hari-hari terakhir, dia sakit. Dirawat seminggu di rumah sakit di Jakarta, mendadak dia minta pulang ke Gunung Kidul, dan pulang naik pesawat, dalam kondisi masih sakit. Padahal dia paling takut naik pesawat. Sebelumnya, sepanjang hidupnya, dia belum pernah naik pesawat, makanya dia nggak mau saya ajak ke luar Jawa, karena takut ketinggian. Selang beberapa hari kemudian, dia menghembuskan nafas terakhir.

Saya sangat berduka, saya kehilangan teman baik. Belum ada temen yang seperti dia, cupunya, ngocolnya, dan loyalitasnya. Dalam hidup ini, terkadang kita butuh menyendiri, yang hanya ada sahabat dekat, yang bisa diajak ngomong bebas tanpa batas, di luar konteks pekerjaan, bisnis, keluarga, rutinitas.

Semoga kamu tenang di alam sana sahabat…

 

Cibubur Point, 13 Juli 2017

Exit mobile version