Tito Karnavian, baru diangkat sebagai kapolri menggantikan badrudin haiti. Saya lihat di televisi, dia mengucap sumpah janji. Kepada media beliau menyampaikan tekadnya untuk melakukan pembenahan di tubuh kepolisian.
Dia sosok yang kalem, wajah tenang, jauh dari kesan serem.
Meruntut ke belakang, ternyata saya pernah ngopi bareng di teras rumah seorang hakim agung di kawasan kayu putih, jakarta timur. Sekalinya saya ketemu, waktu itu 2001, dalam tugas penjagaan dan pengamanan sosok seorang hakim agung. Waktu itu, seorang hakim agung diliputi situasi ketakutan dan terancam keselamatannya.
Tito, yang waktu itu masih berpangkat kapten bersama tim nya melakukan penjagaan di rumah hakim agung Sunu Wahadi, SH. Selama 3 bulan dia melakukan penjagaan, siang malam dia banyak berada di teras rumah itu.
Pertemuan saya dengan tito, tidak terlalu istimewa, hanya kebetulan semata. Bahkan mungkin dia tidak terlalu menghiraukan keberadaan saya, waktu itu, meskipun sempat ngopi bareng dan duduk lesehan di teras rumah berukuran besar itu.
Justru yang istimewa, sebelum itu, ketika pak sunu wahadi menilpon saya dan menyampaikan kegundahan hatinya karena rumahnya disatroni orang-orang tidak dikenal entah apa tujuannya. Tapi dugaan, masih ada kaitan dengan pembunuhan teman sejawatnya hakim agung syafiuddin kartasasmita, SH beberapa hari sebelumnya.
Pak Sunu, adalah salah satu hakim yang memutus kasus tukar guling tanah bulog dengan terdakwa tommy soeharto. Tommy diputus bebas dalam persidangan tingkat pertama, tapi dihukum 18 bulan penjara denda 30,6M di tingkat kasasi.
Selang putusan dijatuhkan, syafiuddin, ketua majelis hakim yang menangani kasasi, terbunuh dalam perjalanan ke kantornya pada 26 juli 2001, selang tiga hari, saya mendapat tilpon dari pak sunu wahadi sh, yang menyampaikan situasi di lingkungan tempat tinggalnya.
Saya sempat menenangkan beliau, lewat tilpon, saya berpesan supaya tenang dan tidak keluar rumah. waktu itu saya bekerja sebagai wartawan, langsung bergerak menghubungi teman-teman media, menyampaikan berita tentang putusan kasasi yang memutus kasus tukar guling tanah goro.
Waktu itu putusan belum di ekspose media. Maka kesempatan saya bersama teman-teman mem blow up pemberitaan. Benar juga, esok harinya media nasional memberitakan tentang putusan kasasi itu.
Lalu pemberitaan mengalir, mengkaitkan rentetan kasusb yang lain: terbunuhnya hakim agung.
Maka berita itu menjadi HL di sejumlah media besar, khususnya Kompas dan Tempo. Sampai akhirnya pihak kepolisian bergerak melakukan pengamanan.
Tito Karnavian bertugas menjaga dan menberi pengamanan di rumah pak Sunu Wahadi, SH.
Pak Sunu adalah orang tua angkat saya. Sejak SMP saya tinggal di rumah itu, sekolah sambil menjelajahi kehidupan. Sampai lulus sma, saya baru memutuskan untuk mandiri, mencari kehidupan baru di luar hingga bekerja dan sampai sekarang berwirausaha.
Namun begitu, saya masih tetap menjaga silaturahim dengan keluarga pak sunu, karena beliau dan keluarganya saya anggap ikut berjasa mengangkat derajat dan kehidupan saya sampai saat ini dengan tempaan kerja keras dan perjuangan hidup.
Idul fitri kemarin saya silaturahim dengan keluarga angkat saya. Pak sunu saat ini sedang terbaring sakit. Namun ingatannya masih tajam, suaranya masih menggelegar, sambil terbaring beliau mengenang peristiwa waktu itu.
Menurutnya, tito pernah tiga bulan tinggal di rumahnya di kayu putih, siang malam jaga dan banyak berada di teras, dalam tugas pengamanan. Saat itulah, menjadi titik awal karirnya. Dan saya pun tidak menyangka, karirnya melejit bak meteor. Cemerlang sampai ke puncak.
Tito, yang usianya setahun di atas saya, adalah polisi lapangan. Karirnya begitu cemerlang. Dia menjalankan tugas lapangan dengan tuntas. Menempuh pendidikan dengan lulus istimewa.
Saya menyambut baik, atas pengangkatan Tito sebagai orang nomor satu di kepolisian. Selamat bertugas pak tito. Saya cuma mengingatkan, kalau kita pernah ngopi bareng lesehan di sebuah teras rumah.