Tiba di Ambon, Maluku, setelah menempuh perjalanan 3 jam lebih penerbangan Jakarta – Ambon. Suasana sudah terasa di bandara Pattimura, panitia Hari Pers Nasional, sibuk melakukan penyambutan. Saya satu penerbangan dengan tokoh-tokoh pers nasional, seperti Karni ilyas, Wahyu maryadi, dan lain-lain.
Dalam waktu hampir bersamaan, pesawat kepresidenan yang membawa Presiden Joko Widodo dan rombongan tiba, pengamanan tidak terlalu ketat. Beda dengan pengamanan presiden- presiden sebelumnya, selalu ada kawasan steril.
Presiden Jokowi rencananya akan menghadiri puncak perayaan Hari Pers Nasional (HPN) yang mengambil tema pers dan rakyat maluku bangkit dari laut, Kamis (09/02).
Rangkaian acaranya sudah berlangsung sejak Senin kemarin, dengan rangkaian kegiatan dan diskusi seputar dunia pers.
Isu seksi yang berkembang adalah kaitan dengan berita hoax dan langkah Dewan Pers dalam melakukan verifikasi terhadap media. Yang pertama sempat berkembang wacana pembentukan aliansi wartawan anti hoax.
Boleh juga sebagai sebuah organisasi profesi, mencoba menangkal berita-berita ‘boong’. Sebenarnya bukan hanya berita bohong yang ditangkal dan di waspadai, tapi berita ‘gorengan’ yang punya tujuan menyesatkan.
Soal verifikasi perusahaan pers juga menjadi isu menarik, dan muncul pro dan kontra. Saya sebagai pengelola media, perlu mensikapi persoalan ini.
Perlu kita cermati adalah obyektifitas pelaksana dalam memverifikasi perusahaan pers. Jangan sampai lembaga ini kebablasan, dan menjadi ‘polisi’ media.
Apalagi belakangan muncul persepsi di kalangan pelaku pers, yang mempertanyakan independensi anggotanya, setelah di umumkannya 77 media yang lolos verifikasi tahap pertama.
Tapi terlepas dari semua itu, saya menyambut baik adalah verifikasi perusahaan pers. Karena belakangan muncul perkembangan dahsyat dunia pers dengan hadirnya media online, seperti semua orang merasa punya kepentingan.
Pribadi-pribadi begitu mudah membikin media online, dan langsung memproklamirkan diri sebagai pelaku pers.
Biarpun bikin media online itu mudah dan murah, tapi ngga semudah pelaksanaannya. Ngga semurah praktiknya. Ada pertimbangan bisnis, di satu sisi, tapi juga ada kaidah-kaidah jurnalistik yang mau ngga mau ikut dalam aturan main kode etik jurnalistik.
Saya sudah terjun sebagai wartawan sejak tahun 1988, dan sekarang saya menjadi pengelola media, merasa prihatin dengan maraknya media online yang dijadikan kendaraan kepentingan.
Bahkan tak jarang dijadikan media penyebar hoax. Tulisannya tidak merepresentasikan nilai-nilai jurnalisme, tendensius, sarat kepentingan. Jauh dari yang saya pahami dan pelajari.
Main hantam kromo, karena memang begitu mudahnya media online dibangun dan sayangnya, berita seperti itu cepat tersebar di viralkan di social media yang berkembang dahsyat luar biasa.
Ini sekedar catatan kecil saya, menyongsong Hari Pers Nasional. Hayo kita bebenah, ayo kita memperkuat jati diri dan konsolidasi. Tidak lagi para pelaku pers terkotak kotak dan eksklusif dalam “pertemanan”.
Pers nasional kita jaga marwahnya. Jangan sampai pers kita terkontaminasi dengan berita hoax, berita settingan, sehingga menghilangkan nilai-nilai keseimbangan dalam pemberitaan. Selamat hari pers nasional….
(Agi Sugiyanto)