beritaenam.com, Jakarta – Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengajukan perbaikan gugatan hasil Pilpres 2019. Menurut ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono, perbaikan tersebut tidak dikenal dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi (MK).
“Perbaikan permohonan pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres tidak dimungkinkan untuk dilakukan dan bertentangan dengan hukum acara PHPU Pilpres yang telah ditetapkan dalam UU Pemilu dan Peraturan Mahkamah Konstusi,” kata Bayu, Selasa (11/6/2019).
Bayu memaparkan tiga alasan. Pertama, Pasal 10 ayat (1) Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden telah menyebutkan dengan jelas bahwa dalam hal pemohon mengajukan permohonan kepada M, Panitera mencatat permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).
Adapun Pasal 475 UU 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 6 ayat (1) PMK 4/2018 menyebutkan Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 Hari setelah penetapan perolehan hasil suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.
“Dengan demikian permohonan yang dapat dicatat dalam BRPK yang sesuai jadwal dalam Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum akan dilakukan pada tanggal 11 Juni hanyalah permohonan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 Hari setelah penetapan perolehan hasil suara Pilpres oleh termohon (KPU) dan bukan permohonan diluar jangka waktu yang telah ditetapan tersebut,” papar Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
Kedua, dari 57 Pasal dalam Peraturan MK 4/2018 tidak terdapat satu pasal/ayat/bagian yang menyebutkan adanya kesempatan bagi pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan.
Hal itu berbeda dengan sengketa hasil pileg, karena waktu sidangnya berbeda. Sengketa Pilpres diadili dalam 14 hari dan sengketa pileg 30 hari.
Ketiga, penanganan perkara PHPU Pilpres wajib berpedoman dan terikat kepada tahapan, kegiatan dan jadwal sebagaimana telah diatur dalam Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum.
“Apa yang dilakukan oleh Pemohon ini semakin menunjukkan ketidakpatuhan mereka kepada hukum acara PHPU Pilpres yang telah ditetapkan. Oleh karenanya tidak lah salah jika disebut selain Permohonan PHPU Pilpres Paslon 02 yang terburuk dalam sejarah PHPU Pilpres di MK juga kepatuhan terhadap hukum acara MK yang terendah dalam sejarah PHPU Pilpres di MK,” kata Bayu menegaskan, seperti dilansir dari detik.com
Tapi mengapa Panitera MK tetap menerima permohonan perbaikan pada Senin (10/6) kemarin?
“Sikap panitera MK tersebut lebih terkait menjalankan fungsi pelayanan pengadilan dimana panitera harus melayani segala keperluan pihak yang berperkara termasuk jika pihak berperkara datang ke MK untuk menyerahkan dokumen perbaikan permohonan. Keputusan dicatat tidaknya perbaikan permohonan BRPK kembali harus berpedoman pada aturan dalam Peraturan MK,” jawab Bayu.
Sebagaimana diketahui, kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjajanto mengajukan perbaikan permohonan pada Senin (10/6) kemarin. Versi Bambang, hal itu diatur dalam Peraturan MK.
“Bukan dokumen yang diperbaiki, tapi permohonan. Sesuai dengan peraturan MK, terutama ketentuan MK nomor 4 tahun 2019, maka kami menggunakan hak konstitusional untuk melakukan perbaikan,” ujar BW setelah mengajukan perbaikan permohonan di MK.
Sebelumnya, MK juga menegaskan bahwa permohonan sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Pemohon hanya bisa menambah alat bukti, bukan merevisi permohonan.
“Tidak ada perbaikan kalau untuk pilpres. Dan itu berakhir masa tenggat waktu pengajuan permohonan nanti malam Jumat hari ini jam 24.00 WIB,” ujar jubir MK, Fajar Laksono jelang penutupan pendaftaran gugatan pada 24 Mei 2019.