Site icon Beritaenam.com

Tak Kan Mampu Sekuat Didi Kempot

Beritaenam.com —  Bertahun mengamen dan hidup di jalanan, recehan seratus rupiah jadi kumpulan harta yang mewah, bertahan dari hidup sedemikian keras, tinggal di sebelah kandang kambing, bau wedus adalah aroma parfum keseharian, utang makan pulang ngamen baru dibayar.

Kau mungkin tak akan kuat, Didi Kempot telah menjalaninya.

Usaha tak mendustai hasil. Kerja keras, tekat kuat, membawanya ke dapur rekaman. Diimpikannya tapi tak pernah berani memimpikannya.

Dia tak pernah berubah, semanak sikap, bernyanyi hingga Suriname dan Belanda, tak membuatnya besar kepala. Didi Kempot yang dibesarkan jalanan, tak lupa tempatnya berasal.

Kau tak akan bisa menyamainya, menciptakan 700 an lagu dalam 30 tahun dia berkarier.

Ribuan orang bernyanyi bersamanya, tak lupa sepenggalpun lirik lagunya. Patah hati dan duka lara dilanggamkannya sambil menari, joget, seakan suka cita.

Kesedihan pun pantas untuk dirayakan pula. Tak banyak yang bisa demikian rupa, Didi Kempot lah juaranya.

Campursari bukan lagi musik pinggiran, hanya ada di di orgen tunggal kawinan di pelosok desa. Dia mampu membawanya ke pentas nasional, dari hotel berbintang hingga ke istana.

Kau tak malu joget bersama, senandungkan lagu sakit hati, bebas ekspresi meskipun kau punya pangkat dan kedudukan, meskipun kau anak muda yang tiap hari nyanyinya lagu Barat, nontonnya drama Korea, jika patah hati, deretan lagu Didi Kempot kau nyanyikan juga. Tak malu dan merasa turun kelasmu.

Dia yang diberikan kemewahan hati, mengembuskan nafas di bulan suci, usai menggalang dana bukan untuk diri sendiri. Rp 7,6 miliar berhasil dikumpulkan jadi donasi bagi mereka yang terdampak pandemi corona ini, bukti nyata kebaikan hati, orang-orang merasa membalas budi menjadi kawan seperjuangan dalam gerakannya yang tak mudah disamai.

Didi Kempot telah pergi, jalan hidupnya menanjak dan penuh liku. Dielukan dan dipuja puji hari-hari ini, tak kurang banyaknya dengan direndahkan dan diabaikan dahulu saat tak ada orang yang mengenalnya seperti kini.

Sulit sepertinya, pulang ke kampung halaman abadi di ujung jaya karier gemilangnya, jutaan pemujanya kehilangan, tapi dia bukan menghilang, karena karyanya abadi mampu menyentuh hati.

Kita sulit menyamainya, Didi Kempot sang Godfather of  Broken Heart itu. Datang bukan sebagai apa-apa, pulang tenar mengantar antar.

Di ujung usia, berbuat sedemikian rupa untuk sesama tak sedikitpun memikirkan berapa rupiah ia dapatkan.

Dia yang mengingatkan, “tak tandur pari jebul tukule suket teki”. Jangan sampai niat berbuat baik tapi yang didapat kesia-siaan belaka.

Dia yang sesungguhnya mampu menembus batas, lagunya bahasa Jawa dinikmati pula mereka berdarah Batak atau Maluku.

Dia yang mampu lewati sekat-sekat strata sosial lewat tembangnya. Dia yang mampu menyentuh generasi lama dan milenial di satu saat yang sama.

Dia yang bernyanyi bersama mereka yang patah hati. Lara dan bahagia tipis batasnya. Dia yang sebagian besar liriknya menunggu kepastian.

Dan, kepastian hakiki telah menjemputnya, bukan perempuan yang ingkar janji di Stasiun Balapan atau di Tanjung Mas, kepastian hidup itu adalah kematian.

Kita mungkin tak kan mampu menjalani hidup keras seperti dia, tak kan bisa seberjaya dia, tak mungkin disanjung sebegitu rupa sepertinya. Tapi, kita mungkin dapat mengikuti kebaikan hatinya.

Suwun, Ndane. Kumendan sobat ambyar, untuk pemberian pelajarannya. Alfatihah….


Penulis adalah: Budayawan, Jurnalis Senior dan Pengamat Sosial

foto: Bismo Agung

 

Exit mobile version