By Galatia Chandra (Author of Hacking Your Mind book
“Pemerintah yang sekarang sudah tidak peduli lagi dengan rakyatnya! Masa tenaga kerja Asing malahan dipermudah masuknya ke Indonesia! Jangan biarkan Tenaga Kerja Asing mengambil tempat kerja kami. Kami perlu di lindungi!” Begitu kira-kira jeritan beberapa pekerja Indonesia yang sedang melakukan demonstrasi pada beberapa waktu yang lalu…
Namun coba… kita kesampingkan emosi dan mari berpikir dengan kepala dingin… Serta… yok jangan mudah terprovokasi dengan ucapan-ucapan dari orang-orang yang tidak punya kredibilitas dengan data-data hoax. https://news.detik.com/berita/d-3376443/pemerintah-tepis-isu-10-juta-tenaga-kerja-china-masuk-indonesia
Mari kita berpikir… seandainya saja kita yang menjadi pengusaha (employer), lalu ada lowongan pekerjaan kasar. (Blue Color Labor). Apakah mau mempekerjakan tenaga kerja yang outputnya (hasil kerjanya) sama tapi inputnya (gaji dan tunjangannya jauh lebih besar). Jika pekerja asing, berarti gajinya pasti lebih mahal, bisa jadi 2 sampai 3 kali lipat. Belom lagi tunjangan2 lainnya. Plus izinnya juga mahal dan ribet. Aneh juga jika dikatakan bahwa ada perusahaan yang mau membayar lebih mahal untuk output kerja yang sama.
Yang masuk logika adalah jika pengusaha tersebut memang memperjakan pekerja yang memiliki keahlian khusus. (skilfull labor) yang mana bisa jadi pekerjaan tersebut tidak dapat dikerjakan oleh orang Indonesia dengan hasil / output yang sama. Dan bukankah ini bagus? Jadi dengan demikian orang Indonesia bisa belajar untuk meningkatkan skill / kemampuannya?
*BANGSA YANG CENGENG*
Barangkali masyarakat kita karena suka sekali nonton sinetron dan drama sedih kali, makanya kita mudah galau dan cepat sekali merasa menjadi korban (Victim Mentality). Tidak punya sama sekali semangat berkompetisi. Padahal Tenaga Kerja Asing itu adalah manusia dan kita juga manusia.
Sekalipun misalnya kita ternyata bisa menghasilkan Output yang sama, mengapa kita harus merasa takut? Biarkan saja biar ada pemicu kita untuk bisa terus maju. Pun… Jika kita tidak memiliki Output yang sama, jangan galau… jangan cengeng… Tapi belajarlah… sehingga nilai kompetitif tenaga kerja kita meningkat dari hari ke hari.
Contohlah Singapore… Pemerintah Singapore malahan mengundang orang-orang Asing dengan memberikan beasiswa pada orang-orang asing yang berprestasi untuk sekolah di Singapore dan ketika mereka membuktikan dirinya, maka pemerintah Singapore bahkan tidak segan-segan memberi status Permanent Residence bahkan Warganegara (Citizen) kepada orang asing tersebut. Jadi dengan kata lain… Orang Singapore yang tidak mau meningkatkan diri, suatu ketika akan dipimpin oleh orang Asing pendatang yang berasimiliasi menjadi warganegara Singapore.
Dengan begitu rakyat Singapore terus berusaha keras untuk meningkatkan skillnya. Jadi jangan heran jika di World Economic Forum th. 2020, Singapore menempati rangking ke 1 dengan value 0.88 sementara Indonesia (value 0.53) jauh dibawah Singapore bahkan jika dibandingkan dengan value Thailand dan Malaysia kita masih dibawahnya. https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/34432 Jika Indonesia terus cengeng seperti ini sampai kapan Indonesia bisa maju dan kapan kita bisa meningkatkan keterampilan kita menyamai keterampilan-keterampilan manusia negara lain?
*BLUE PRINT ASEAN ECONOMIC COMMUNITY*
Kita juga lupa bahwa bangsa kita juga sudah mempunyai kesepakatan dengan seluruh pemerintah ASEAN. Dimana salah satunya adalah untuk membentuk:
A. Single market and production base
Untuk itu maka dibuatlah insiatif-inisiatif yang salah satunya adalah: A.5. Free Flow of Skilled Labour. Apa artinya??? Artinya baik kita suka atau tidak suka… kita harus bersaing menjadi yang terbaik dengan bangsa lain yang tergabung dalam Asean Economic Community ini.
*INPUT > OUTPUT = SEMAPUT*
Terkadang heran juga… Banyak organisasi pekerja yang terus memperjuangkan untuk meningkatkan INPUT bagi buruh saja (Kenaikan upah, kesejahteraan dll), Sebagai organisasi seharusnya mereka melatih para anggotanya agar justru bisa meningkatkan OUTPUTnya. Karena dengan meningkatnya Output atau produktivitasnya, maka Pengusaha pasti tidak akan segan-segan juga untuk memberikan reward hasil yang lebih baik.
Ingatlah bahwa di jaman Globalisasi dan Masyarakat Ekonomi Asean ini sentra-sentra produksi bisa berpindah dari satu negara ke negara lainnya. Memang produktivitas orang Indonesia mengalami peningkatan belakangan ini, namun harus juga diingat bahwa negara-negara lain produktivitas orangnya juga meningkat dengan pesat dan bahkan jauh lebih cepat dari Indonesia. https://www.liputan6.com/bisnis/read/2267502/kenaikan-produktivitas-tenaga-kerja-ri-kalah-dari-china-dan-india
Jadi wajarkan jika pengusaha masih membutuhkan Tenaga Kerja Asing, untuk menjadi contoh agar tenaga kerja Indonesia juga meningkat produktivitasnya.
Sudahlah… persaingan itu tidak bisa dihindari dan juga tidak perlu dihindari… Itu bagus bagi kita untuk menjadikan tenaga kerja kita lebih maju dan menyerap kemampuan bangsa lain dalam hal tehnologi, pengetahuan dan keterampilan.
Kita juga tidak perlu khawatir… Ingat loh… kita ini bersaing dengan tenaga kerja asing di negara milik kita sendiri. Yang harusnya khawatir sesungguhnya adalah Tenaga Kerja Asing itu sendiri barangkali… Kita bekerja dengan bahasa kita, bangsa kita, tradisi milik kita dengan pemerintah yang mendukung kita dll, masa kita harus takut untuk bersaing dengan TKA yang mempunyai begitu banyak keterbatasannya.
Mri tingkatkan keterampilan kita dan saingi mereka…buat mereka pulang dan menyingkir dengan prestasi kerja kita… Jika tidak bisa disaingi yah dijadikan teman.. Biarkan mereka berasimiliasi dan kelak menjadi warga negara Indonesia. Agar negara kita makin kuat…
_“Competition is very good… as long as its healthy. It’s what makes one strive to be better.”_ – Christine Lahti
Have a GREAT Day! GC