beritaenam.com – Sebuah riset terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Astrobiology menunjukkan bahwa Bulan rupanya sempat laik huni bagi kehidupan di masa lampau.
Bulan memenuhi persyaratan untuk dihuni dalam dua periode berbeda, yakni tak lama setelah Bulan terbentuk dan ketika aktivitas vulkanik di Bulan berada pada puncaknya.
Berbeda pada saat ini, kondisi Bulan diketahui tidak ramah bagi kehidupan. Walaupun masih terdapat sejumlah air yang terperangkap dalam es atau batuan di sana, suasana Bulan kering dan tidak berangin. Selain itu, suhunya pun mengalami fluktuasi hingga ratusan derajat antara siang dan malam.
Riset yang diterbitkan secara online pada Agustus 2018 lalu, seperti dikutip dari liebertpub.com, berfokus pada panas dan energi di Bulan. Menurut teori, Bulan terbentuk setelah adanya tabrakan antara Bumi dengan sebuah proto-planet yang disebut Theia.
Setelah terbentuk, Bulan kemungkinan besar memiliki uap air yang banyak hingga memiliki atmosfer yang cukup tebal dan genangan air di permukaannya.
Tak hanya itu, aktivitas vulkanik yang tinggi juga membuat atmosfer Bulan stabil. Namun, hal tersebut terjadi sekitar 4 miliar tahun yang lalu.
Sejak 500 juta tahun setelah Bulan terbentuk, data menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik di Bulan menurun.
Akibatnya, atmosfer pada Bulan tidak dapat bertahan dan perlahan menipis. Penipisan atmosfer tersebut pun membuat Bulan mengering dan air di permukaannya menguap karena panas.
Penurunan aktivitas vulkanik tersebut yang membuat Bulan saat ini tidak bisa dihuni. Meski begitu, analisis sensitif terhadap sampel batuan dan tanah Bulan sejauh ini telah mengindikasi bahwa Bulan tidak kering seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Bulan kemungkinan memiliki tudung air es di kawah-kawah yang berada di kutubnya, sebuah area yang tidak pernah terkena sinar Matahari.
Meski memang dianggap laik huni, namun lewat riset ini para peneliti tidak mengkalim pernah adanya kehidupan di Bulan. Riset tersebut hanya memaparkan bahwa Bulan sempat memiliki kondisi laik huni.