Site icon Beritaenam.com

Waketum Gerindra Kaitkan Penundaan Kenaikan BBM dengan Pilpres 2019, Ngabalin: Kucing Mati Saja salah Jokowi

Ali Mochtar Ngabalin.

Beritaenam.com, Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin meminta Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono tak mengaitkan penundaan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dengan pemilihan presiden 2019.

Pernyataan Arief Poyuono yang menyebut bahwa penundaan kenaikan harga premium karena kepanikan Jokowi yang takut kalah di Pilpres 2019 dinilai Ngabalin tak berdasar.

“Ngawur itu, suka enggak fokus dia (Arief), kucing mati saja salah Jokowi,” kata Ngabalin, Rabu (10/10).

Ngabalin menuturkan Presiden memiliki pertimbangan untuk menunda kenaikan harga premium.

“Tak usah berkomentar yang aneh-aneh dengan menyerang Jokowi, semakin Jokowi diserang, semakin banyak orang yang senang dengan Jokowi,” katanya.

Arief Poyuono sebelumnya berpendapat penundaan kenaikan harga premium merupakan bentuk kepanikan Presiden Joko Widodo.

Kata Arief, di satu sisi Jokowi harus menaikkan harga BBM karena kenaikan harga minyak dunia, tapi di satu sisi Jokowi harus mempertahankan popularitasnya menjelang pemilihan presiden 2019.

“Jokowi panik, dia takut kalah, karena kebijakan menaikkan harga BBM terutama Premium akan membuat dia tidak populer,” kata Arief.

Ngabalin meminta Arief dan kubu calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk fokus dengan tim pemenangannya. Dia enggan berkomentar banyak soal keterkaitan antara Pilpres 2019 dengan kenaikan harga BBM.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika sebelumnya mengatakan penundaan itu disebabkan karena Jokowi menginginkan ketelitian dalam mengambil kebijakan.

“Presiden selalu menghendaki kecermatan di dalam mengambil keputusan, termasuk menyerap aspirasi publik,” ucap Erani

Dilansir dari CNN Indonesia, Erani menyatakan tiga hal menjadi dasar batalnya kenaikan harga premium wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali) dari Rp6.550 menjadi Rp7 ribu per liter. Kenaikan harga dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter untuk kawasan luar Jamali.

Salah satu pertimbangannya adalah daya beli masyarakat. Erani menyatakan kehidupan serta kemampuan masyarakat menjadi fokus Presiden sebelum mengambil kebijakan terutama berkaitan dengan kenaikan harga.

“Tetap menjadi prioritas dari setiap kebijakan yang diambil. Fundamental ekonomi tetap dijaga agar ekonomi tetap bugar,” katanya.

Exit mobile version