Beritaenam.com — Ramai diperbincangkan, mengenai harga minyak mentah yang sempat menyentuh level di bawah nol alias berada di zona negatif.
Ini karena, pasokan berlebihan dan tak tertampung membuat minyak tak berharga.
Minus mengindikasikan tanda bahwa para trader termasuk para spekulan memberikan secara cuma-cuma atau bahkan membayar bagi siapapun yang ingin kontrak tersebut.
Ini semacam praktik memindah tangankan barang atau aset yang tidak diinginkan alias tidak laku.
Pandemi corona (COVID-19) telah membuat banyak negara menghentikan aktivitas ekonominya.
Mobilitas publik dibatasi bahkan dilarang. Orang-orang dikarantina di rumah. Sektor transportasi lumpuh, aktivitas manufaktur terkontraksi dan bisnis di sektor maskapai pesawat terbang terancam gulung tikar lantaran tidak ada orang yang bepergian.
Alhasil permintaan terhadap minyak pun merosot tajam.
Di sisi lain ketika permintaan diramal anjlok signifikan, pemangkasan produksi minyak mentah oleh negara-negara produsen dan eksportir (OPEC+) dinilai tak dapat mengimbangi anjloknya permintaan akibat pandemi.
Harga minyak AS diperdagangkan di wilayah negatif untuk pertama kalinya, karena miliaran orang di seluruh dunia kini tinggal di rumah untuk memperlambat penyebaran virus corona.
Eks Gubernur OPEC untuk Indonesia sekaligus praktisi migas Widyawan Prawira Atmaja menjelaskan kondisi harga minyak dunia yang minus ini sudah bisa diproyeksi dengan terus menurunnya demand atau permintaan akan minyak di pasar akibat wabah corona.
Sebelum harga minyak ambrol, kata dia, harga komoditas lainnya juga sempat negatif.
Kenapa minyak tetap harus diproduksi meski harganya rendah?
Sebab, biaya untuk menutup lapangan minyak yang beroperasi jauh lebih tinggi ketimbang terus memproduksi. Lagipula, jika operasi minyak ditutup untuk memproduksinya kembali juga tidak mudah. karena akan ada aset yang hilang. Perlu ongkos besar juga.
Sementara, minyak tidak bisa dibuang begitu saja oleh produsen karena dampaknya yang bahaya bagi lingkungan. Sehingga, produsen minyak memberi insentif kepada para konsumennya. “Yakni insentifnya berupa harga negatif, ini mengambil jalan kerugian paling kecil karena produksi tidak bisa disetop.”
Insentif berupa harga minus ini agar minyak bisa diambil oleh pasar, nah untuk diambil pasar akan diperlukan biaya seperti menyewa storage atau tangki-tangki kapal. Ini lah yang kemudian lahir istilah “Ambil minyak malah dapat duit dari produsen.”
Ia menjelaskan, harga negatif bisa terjadi di lokasi tertentu di mana hitungan untuk hentikan produksi biayanya akan jauh lebih besar dibanding beri insentif ke pembeli. “Jadi sifatnya hanya di lokasi-lokasi tertentu saja.”
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan pihaknya mengambil kesempatan menambah impor minyak mentah sebanyak 10 juta barel saat minyak dunia anjlok. Minyak mentah impor tersebut di luar kuota impor yang biasa dilakukan.
“Kami bisa melakukan tambahan impor di luar impor yang rutin. Kami melakukan pengadaan tambahan 10 juta barel crude, dan gasoline 9,3 juta barel,” ujar Nicke.
Nicke mengatakan, untuk memanfaatkan harga minyak yang tengah anjlok, pihaknya masih melihat kemampuan keuangan untuk menambah impor. Sehingga begitu kondisi pulih usai pandemi Virus Corona maka perusahaan memiliki persediaan besar.
“Kita sedang melihat mana yang bisa kami tambah mumpung harga lagi murah ini adalah memanfaatkan harga sedang turun. Kalau kita bandingkan domestic crude dan impor, hari ini impor jauh lebih murah,” jelasnya.
Minyak mentah impor tersebut nantinya akan disimpan di storage milik pemerintah yang saat ini dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) migas. Meski demikian, perusahaan pelat merah tersebut masih mencari storage tambahan untuk menampung crude oil jika nantinya impor ditambah.
“Kami pun meminta izin dan Alhamdullillah disetujui untuk menggunakan storage di milik K3S yang merupakan milik pemerintah dan sedang dikelola oleh K3S sehingga dengan demikian kami bisa melakukan tambahan impor di luar impor yang rutin,” tandasnya.