Site icon Beritaenam.com

Anang Iskandar: Kalau Dipenjara, Negara Rugi

BERITAENAM.com — Menurut juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat Eko Aryanto, sidang kasus Lucinta Luna yang digelar secara virtual di Pengadilan Jakarta Barat, memasuki agenda tuntutan dari Jaksa.

Jaksa menuntut Lucinta Luna dengan tiga tahun penjara dan memohon agar terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana menyalahgunakan Narkotika. 

Juga Lucinta menerima penyaluran Psykotropika, dikutip dari detikhot Rabu 2 Sep 2020.

Tanggapan saya:  Menghukum Terdakwa seperti Lucinta dengan hukuman Rehabilitasi adalah privilege hakim agar tujuan UU terwujud.

Privilege hakim dapat menghukum rehabilitasi tersebut tanpa syarat apapun asal terbukti sebagai penyalah guna narkotika, apapun tuntutan jaksa penuntut umum entah dituntut sebagai pengedar atau bersekongkol dengan pengedar.

UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang mengatur narkotika itu sendiri dan juga psykotropika, memberi privilege hakim tersebut dengan jelas.

Dalam memeriksa perkara penyalah guna seperti lucinta UU mewajibkan hakim (127/2) memperhatikan kondisi ketergantungan narkotika lucinta (pasal 54), melalui assesmen.

Hakim Wajib Memperhatikan Kewajiban Hukum Lucinta (pasal 55) Melalui Wajib Lapor 

Hakim wajib menggunakan privilege untuk menghukum rehabilitasi baik terbukti bersalah maupun tidak terbukti bersalah (pasal 103/1).

Pasal 103/1 tersebut adalah politik hukum negara dalam menangani masalah penyalahgunaan narkotika seperti perkara lucinta.

Privilege hakim yang memeriksa perkara narkotika yang terbukti sebagai penyalah guna yang nota bene pecandu adalah pilihan hukum untuk menjamin tujuan UU narkotika terwujud (pasal 4d).

Kecuali lucinta terbukti sebagai pengedar, atau penjual yang mendapatkan keuntungan dari transaksi jual beli narkotika.

Sebelum menjatuhkan hukuman dalam perkara penyalah guna seperti Lucinta Luna hakim wajib (127/2) memperhatikan kondisi terdakwa.

Dengan cara meminta dilakukan assesmen agar diketahui kadar kecanduannya dan berapa lama perkiraan penyembuhannya.

Kalau Lucinta belum diassesmen,  hakim dapat meminta atau memerintahkan dilakukan assesmen (perber 2014).

Hasil assesmen menjadi petunjuk dan dapat digunakan hakim sebagai patokan,  berapa lama terdakwa dihukum rehabilitasi.

Lucinta Dihukum Penjara, Negara Rugi.

Terdakwa yang sedang menjalani pemeriksaan di Pengadilan seperti Lucinta, dengan barang bukti yang jumlahnya terbatas, hasil tes urin-nya positif, ini menunjukan bahwa Lucinta adalah penyalahguna narkotika.

Politik hukum negara terhadap terdakwa penyalah guna seperti Lucinta wajib dihukum rehabilitasi, kalau dihukum pidana penjara, justru bertentangan dengan politik hukum negara dan tujuan UU narkotika.

Terdakwa perkara kepemilkan narkotika untuk dikonsumsi seperti lucinta bila dihukum penjara  membuat lapas over kapasitas. Over kapasitas ini adalah bentuk anomali hunian lapas.

Kemenkumham juga menjadi dilematis dalam melakukan pembinaan di Lapas, bentuk pembinaan penyalah guna dan dalam keadaan narkotika (pecandu) adalah direhabilitasi agar tidak mengulangi perbuatannya sedangkan rehabilitasi bukan tugas pokok lapas kemenkumham.

Tetapi, rehabilitasi adalah tugas pokoknya rumah sakit / tempat rehabilitasi yang ditunjuk kementrian kesehatan dan panti rehabilitasi sosial kementrian sosial.

Dibalik over kapasitas lapas, negara dirugikan triyunan rupiah dari biaya perawatan / makan tahanan, biaya pembangunan serta biaya penegakan hukum yang tidak lagi cepat dan murah.

Kerugian negara lainya, berupa kerugian sosial yang diderita akibat akibat generasi muda yang terlibat penyalah guna, harus mengalami putus sekolah akibat ditahan dan di penjara.

Belum kerugian negara akibat timbulnya residivisme penyalah guna narkotika akibat dihukum penjara, yang berarti menjauhkan penyalah guna dari akses rehabilitasi 

Dan, kerugian negara yang paling besar adalah negara menghasilkan generasi sakit ketergantungan narkotika seperti generasi hipies pada saat amerika menghukum penjara bagi penyalah gunanya.

Generasi ini sakit ketergantungan narkotika ini yang menjadi demandnya bisnis narkotika, dan menyebabkan indonesia sasaran distribusi narkotika illegal.

Last but not least,  penyalah guna dipenjara menjadi pupuk penyubur dan berkembangnya jumlah penyalah guna yang membuat bisnis narkotika illegal maju dan menyulitkan program pencegahan dan pemberantasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah.

————

#Anang Iskandar merupakan  Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia.

Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.

Lulusan Akademi Kepolisian yang berpengalaman dalam bidang reserse. Pria kelahiran 18 Mei 1958 yang terus mengamati detil hukum kasus narkotika di Indonesia. Baru saja meluncurkan buku politik hukum narkotika.

Exit mobile version