beritaenam.com – Dia anak muda penuh dedikasi. Semangat pengabdiannya tak kenal menyerah. Beberapa tahun lalu, Anggit Purwoto, demikian nama anak muda ini, sempat bikin postingan di social media tentang situasi sangat memprihatinkan tempat dia mengajar di daerah tertinggal, di desa Sungkung, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat
Anak-anak belajar dg segala keterbatasannya. Sempat direspon presiden Jokowi, dengan mengirim peralatan sekolah, seperti buku dan tas sekolah.
Lalu heboh dan menjadi perbincangan di media. Tapi itu hanya sesaat, seperti angin lewat. Sekolah di sana masih belum berubah, mungkin karena susah dijangkau transportasi.
Anggit, anak muda ini, sempat mengajar di desa perbatasan dengan Malaysia. Daerah nun jauh di daerah pedalaman, daerah terluar dari wilayah Indonesia.
Tahun 2016 hingga 2017, dia di kirim ke wilayah ini, dengan hidup serba keterbatasan, tinggal dan berbaur dengan masyarakat yang hidupnya masih terpinggirkan, tanpa listrik. Terpencil, jauh dari hingar bingar.
Selesai mengajar di Sungkung, Anggit sempat mengikuti pendidikan profesi guru di Samarinda, mengajar di sana sebentar. Selesai dari Samarinda, dia balik ke kampung halamannya di Purbalingga, Jawa Tengah.
Sebelum pulang, dia menyempatkan datang lagi ke Sungkung, niatnya hanya main dan bersilaturahim dengan anak-anak yang pernah dia ajar.
Dia disambut penuh antusias, dikiranya ingin mengajar kembali di Sungkung. Mengetahui bahwa anggit hanya datang sebentar, dia pulang menyisakan keharuan, dan rasa kehilangan. Anak-anak menangis, kehilangan.
Pulang ke Jawa, Anggit diliputi suasana gundah. Dia pingin mengabdi, tapi nggak tau lewat saluran mana. Beberapa waktu yang lalu sempat datang menemui saya, menyampaikan keinginannya untuk mengajar kembali di Sungkung.
Tapi dia nggak tau saluran formal dan birokrasinya. Sepertinya, lembaga formal nggak punya ruang memikirkan itu. Karena untuk ke sana, butuh biaya, ongkos dan biaya tinggal.
Saya salut degan niat baiknya. Bismillah. Hari ini dia berangkat ke Sungkung, melewati perjalanan yang cukup melelahkan.
Terbang ke Pontianak. Lalu melanjutkan perjalanan darat dengan naik perahu, menyusuri sungai dengan penuh perjuangan berhari-hari. Saya suport dia. Karena dia anak muda penuh dedikasi. Dia ingin mengabdi, tanpa pamrih.
Selamat berjuan Anggit. Pemuda lulusan Universitas Muhammadiyah ini mengambil jalan sebagai relawan sekaligus pejuang tanpa pamrih.