Site icon Beritaenam.com

Arbania Fitriani Lulus Doktor Tercepat dengan IPK 4.00 di UGM

Beritaenam.com | Universitas Gadjah Mada baru saja mewisuda sebanyak 1.816 lulusan pascasarjana, Kamis (24/10) di Grha Sabha Pramana. Dari total lulusan yang diwisuda, terdapat 134 lulusan Program Doktor (S3) dengan masa studi rata-rata 5 tahun. Salah satu wisudawan dari jenjang S3, Dr. Arbania Fitriani, S.Psi., M.Si., CHt., atau yang kerap disapa Arfi dari Program Studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Sekolah Pascasarjana, berhasil meraih predikat lulusan tercepat karena mampu menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 2 tahun 6 bulan 23 hari. Tidak hanya menyandang predikat lulusan dengan masa studi tercepat, Arfi juga berhasil lulus dengan nilai IPK sempurna, 4,00.

Prestasi akademik yang dicapai oleh Arfi tentu sangat menginspirasi, mengingat kesibukannya sebagai Direktur Stellar HR Consulting dan menjadi dosen di Universitas Esa Unggul di usianya yang belum mencapai 40 tahun ini. Tak hanya itu, ia pun merupakan seorang certified hypnotherapist yang basis keilmuannya di ilmu psikologi.

Arfi mengaku bersyukur bisa menyelesaikan studi doktor dalam waktu lebih cepat dengan IPK tertinggi. Apalagi ia menyelesaikan kuliah sambil sibuk bekerja. “Selama kuliah, saya ini menjalani triple job sebagai Direktur, Dosen, dan Terapis Psikologi. Apalagi selama studi, saya nggak pernah cuti,” katanya.

Meski sibuk dengan pekerjaan dan profesinya sebagai psikolog, Arfi mengaku hal itu tidak mengganggu jadwal kuliahnya. “Pokoknya, kesibukan kerja bukan jadi halangan untuk kita lulus lebih cepat,” katanya sumringah.

Meski berhasil lulus lebih cepat, Arfi mengaku dirinya sempat digadang oleh salah satu dosen pengujinya bahwa ia akan menemukan kesulitan menyelesaikan studi karena penelitian disertasinya dianggap terlalu kompleks dan tidak cocok untuk jenjang program doktor. Namun hal itu tidak menyurutkan langkahnya. Sebaliknya, ia berhasil membuktikan bahwa ia mampu menyelesaikan studinya dengan waktu lebih cepat.

Adapun penelitian disertasi yang dipilihnya, tentang membangun model “Prediktor Keterikatan Kerja”. Topik ini bermula dari peraturan Menteri BUMN Dahlan Iskan saat itu yang mewajibkan setiap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengukur keterikatan kerja dari karyawannya. Topik disertasinya menguji 14 koefisien jalur dan 15 variabel yang mampu menghasilkan 9 hipotesis, serta membahas faktor-faktor prediktor keterikatan, khususnya dalam konteks pasca pandemi sehingga bisa menjadi rekomendasi kebijakan bagi perusahaan BUMN.

Alhasil, segala usaha dan kerja kerasnya dalam melakukan riset disertasinya berbuah manis, ketika dosen pengujinya memuji bahwa hasil riset disertasinya sangat baik dan bermanfaat bagi pengembangan SDM perusahaa BUMN. “Dalam waktu 2 tahun 5 bulan, saya sudah ujian tertutup dan ikut yudisium,” jelasnya.

Soal tips agar bisa menyelesaikan kuliah dan disertasi lebih cepat, Arfi menuturkan bahwa dirinya punya strategi dengan menyusun proposal penelitian sejak jauh hari dengan berkonsultasi dengan para dosen. “Jadi saat saya masuk kuliah proposalnya sudah siap,” kenangnya.

Arfi mengaku dengan menyusun proposal riset lebih awal menjadikan dirinya bisa mengambil sidang proposal saat di bangku semester dua. Tak hanya itu, Arfi selalu rajin menjalin komunikasi dengan para promotor. “Para promotor sangat membantu kecepatan lulus kita,” katanya.

Apa yang dicapainya sekarang ini mampu lulus lebih cepat dengan pretasi akademik yang gemilang tidak lepas dari hasil dari disiplin diri yang baik dan cara berpikirnya yang menganggap studi S3 yang ia tempuh menjadi bagian dari ibadah. “Jadi dengan kita menjadikan studi ini sebagai ibadah, saya merasa segala sesuatu dimudahkan jalannya,” ungkapnya.

Usai menyandang gelar doktor, Arfi berencana akan menekuni keahliannya di bidang psikologi industri dan psikometri. Apalagi dari hasil disertasinya menemukan bahwa terdapat perbedaan sistem kerja sebelum dan pasca pandemi di sebuah perusahaan atau organisasi, sehingga perlu ada prediktor keterikatan kerja yang baru yang perlu diperhatikan. Selain itu, ia juga menemukan faktor teknologi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses kerja. Sebab, berkat dukungan teknologi dapat membantu kerja dari karyawan, terlebih untuk menunjang performa kerja mereka. Yang tidak kalah penting, motivasi memberikan pelayanan publik yang lebih baik juga perlu diperhatikan, soalnya banyak pekerja saat ini yang melakukan pekerjaannya melalui remote working. Diperlukan kepemimpinan atau self leadership yang mendorong disiplin diri untuk dapat bekerja dengan baik untuk mendukung kinerja sebuah perusahaan atau organisasi.

Exit mobile version