beritaenam.com, Jakarta – Pidato politik capres nomor urut 02 Prabowo Subianto yang disampaikan tadi malam dinilai belum punya efek besar untuk menggaet pemilih pemula ataupun mereka yang belum menentukan pilihan (swing voter).
Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai pidato Prabowo hanya mengulang isu yang pernah diangkat saat Pilpres 2014.
“Kalau dari sisi efek, bagi pemilih yang swing atau pemilih yang belum menentukan pilihan, efek pidato itu tidak terlalu besar. Karena pertama, isu-isunya lebih banyak isu-isu yang digunakan pada pemilu sebelumnya. Soal utang, soal sumber daya, dan isu-isu lainnya,” kata peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes di Pakarti Centre, Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
“Bagi tipikal pemilih baru atau pemilih yang masih mungkin berubah, orang yang belum menentukan pilihan, mereka sudah dengar itu juga sebelumnya dan mereka mungkin kurang tertarik,” imbuhnya.
Menurut Arya, pidato emosional Prabowo semalam membahas beragam isu secara umum. Padahal, menurutnya, jika Prabowo lebih fokus pada isu strategis, misalnya isu ekonomi, pidatonya akan lebih menarik.
“Padahal menurut saya, sebagai penantang itu lebih baik menggunakan isu-isu strategis, fokus pada beberapa isu penting. Mereka sejak awal menggunakan isu ekonomi dan dalam pidato semalam isu ekonomi tidak begitu diperdalam. Kalau oposisi bisa fokus pada isu-isu ekonomi, mungkin pidato itu lebih punya daya dongkrak yang kuat,” papar Arya.
Arya menilai publik saat ini membutuhkan program dan visi-misi yang jelas dan bukan hanya retorika. Pidato Prabowo dipandang masih terlalu banyak jargon dan belum mengedepankan solusi.
“Jadi publik nggak butuh retorika, makanya visi-misi diturunkan pada program yang jelas, misalnya fokus ingin tingkatkan kesejahteraan masyarakat, nah itu bagaimana meningkatkannya, itu yang harus diturunkan dalam operasionalisasi programnya,” jelasnya.
“Nah, pidato semalam itu banyak jargon dan itu pelajaran oposisi ke depan agar pidato membumi dan harus ada solusi. Jadi kalau kerangkanya kritikan, data, setelah data, apa tawarannya? Kalau semalam baru kritik dan data, tawarannya masih…. Proporsi antar 3 itu masih di (pembahasan) kritik. Proporsinya belum seimbang,” sambung Arya.
Terkait dengan debat capres-cawapres yang akan digelar pada Kamis (17/1) mendatang, Arya memprediksi isu korupsi akan menjadi isu yang paling menarik bagi masyarakat. Hal itu diperkuat dengan banyaknya kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
“Jadi publik punya intensi yang sangat besar untuk mengetahui apa proritas pemerintah terhadap agenda pemberantasan korupsi, terutama dari sisi korupsi politik. Apa yang ingin pemerintah lakukan untuk menangani tindak pidana korupsi itu. Saya kira isu korupsi, tanpa menegasikan isu lainnya, jauh punya magnitude yang besar,” papar Arya.
Arya mengimbau kedua pasangan capres-cawapres menghindari narasi-narasi yang kontroversial dan lebih fokus pada pemaparan solusi dalam debat nanti. Publik dinilainya sudah jenuh akan isu-isu negatif yang selama ini mewarnai kampanye pilpres.
“Kira berharap dengan debat, model-model kampanye itu bisa berkurang, karena dalam debat orang lihat secara utuh, melihat visi misi kandidat, melihat kandidat secara komprehensif. Dan kita berharap sesuatu yang baru di debat dan mudah-mudahan isu negatif bisa hilang. Dan kita tunggu komitmen 2 pasangan ini untuk sajikan yang baru,” ujarnya, seperti dilansir dari detik.com
Prabowo sebelumnya menyampaikan pidato kebangsaan di Plenary Hall JCC Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/1).
Dalam pidato tersebut, Prabowo memaparkan visi-misi koalisinya dan mengkritik beberapa kebijakan pemerintah, dari ekonomi hingga sikap aparat negara.