Beritaenam.com, Serang – Kapolda Banten Brigjen Pol Teddy Minahasa Putra mendatangi kiai dan ulama sepuh se-Banten di Kawasan Kesultanan Banten Lama. Ia menjelaskan bahwa peristiwa pembakaran bendera dengan kalimat tauhid di Garut adalah bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, Wallahi, Demi Allah bahwa itu adalah bendera HTI,” kata Teddy Minahasa di kediaman kiai Tb Ahmad Syadzili Wasi, Kasemen, Kota Serang, Banten, Jumat (26/10/2018).
Kepolisian meyakini bahwa bendera yang dibakar adalah milik HTI berdasarkan hasil pemeriksan kepolisian. Ia tidak ingin akibat peristiwa tersebut bergejolak sehingga mengancam persatuan umat.
“Saya tegas bahwa yang dibakar di Garut itu bukan bendera tauhid. Itu bisa dipastikan dari pemeriksaan, saksi, pelaku yang mengibarkan bahwa itu adalah bendera HTI,” tegasnya.
Menurutnya, HTI merupakan organisasi yang dilarang di Indonesia. Bukan hanya menurut kepolisian, ulama pun menurutnya menganggap bahwa HTI berbahaya bagi persatuan bangsa.
“Bangsa ini dibangun dibesarkan atas kesepakatan ulama, ada paham lain, ideologi lain yang ingin merubah Pancasila itu jadi ancaman terbesar Indonesia,” ujarnya.
Ia mensinyalir, yang digelorakan dalam perang opini akibat peristwa di Garut adalah untuk menyulut umat. Ini dibuktikan dengan banyaknya reaksi yang muncul akibat peristiwa tersebut.
Sementara, dalam pertemuan tersebut, Ketua MUI Banten A.M Romli mengatakan umat Islam mesti tetap menjaga persatuan.
Umat menurutnya jangan terpancing dan tetap berkepala dingin atas peristriwa tersebut. Kesatuan umat yang diwariskan ulama terdahulu mesti dipertahankan.
“Mari jaga ukhwah, jangan terpancing supaya ulama dan umat Islam tidak putus sehingga terjadi kelompok A dan B,” tegasnya, seperti dikutip dari detik.com
Tokoh sekaligus ulama Banten Embay Mulya Syarief pun menanggapi bahwa umat Islam di Banten agar tidak terprovokasi sehingga terjadi perpecahan.
Menurutnya, ada skenario besar yang ingin menjadikan Indonesia seperti peperangan di Afghanistan atau peristiwa Arab Spring.
“Mereka membuat isu di masalah SARA. Kalau tidak segera kita sepakati melebar. Mudah-mudahan kita sadar bahwa sekarang kita diskenariokan seperti di Afghanistan. Kita hawatir seperti Arab Spring,” katanya.