beritaenam.com, Jakarta – Partai Demokrat memandang beberapa butir dalam rekomendasi Ijtimak Ulama III tidak sesuai dengan mekanisme perundang-undangan. Untuk itu, tak ada kewajiban hasil rekomendasi itu dipatuhi dan dilaksanakan.
“Kita tidak ada kewajiban apa pun untuk mengikuti anjuran apabila anjuran itu jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang tidak ada kewajiban,” kata Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin, Jumat, 3 Mei 2019.
Menurut Amir, hanya dua dari lima butir hasil Ijtimak Ulama III yang bisa diterima. Butir itu adalah butir II dan IV yang menyarankan proses penyelesaian sengketa pemilu melalui mekanisme perundang-undangan dan konstitusional.
“Kalau saya berpegangan pada butir-butir yang konstruktif itu saya lihat di butir 2 dan 4. Jadi itu agak kontradiktif kalau kemudian butir 2 ada 4 yang menyarankan agar mematuhi, kemudian ada butir yang meminta mendiskualifikasi,” jelas Amir.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan pun senada. Ia mengatakan partainya enggan menanggapi hasil Ijtimak Ulama III.
Salah satu hasil rekomendasi Ijtimak Ulama III adalah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Persaudaraan Alumni (PA) 212 menggelar Ijtimak Ulama III di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 1 Mei 2019. Ijtimak membahas soal kecurangan yang terjadi di Pilpres 2019. Hasil ijtimak menghasilkan lima butir rekomendasi.
Pertama, mereka menyimpulkan telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019.
Kemudian, PA 212 mendorong Badan Pemenangan Nasional Prabowo (BPN) Subianto-Sandiaga Uno untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural tentang terjadinya kecurangan ini.
Ketiga, PA 212 mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU untuk memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi pasangan nomor urut 01.
Mereka juga mengajak umat dan seluruh anak bangsa mengawal penegakan hukum sesuai syariat dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan, termasuk perjuangan pembatalan/diskualifikasi pasangan 01.
Kelima, PA 212 memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan adalah bentuk amar ma’ruf nahi munkar konstitusional.
Mereka menekankan hal sah secara hukum dengan menjaga keutuhan negara Republik Indonesia dan kedaulatan rakyat.