beritaenam.com, Jakarta – Politisi PDIP menyoroti remisi I Nyoman Susrama, terpidana otak pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa di peringatan Hari Pers Nasional 2019. PDIP merekomendasikan remisi itu dibatalkan.
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, berharap semangat Hari Pers menjadi pertimbangan pemerintah batalkan remisi Susrama.
Hasto mengatakan selama ini wartawan telah berperan penting membebaskan Indonesia dari penindasan dan penjajahan. Dirinya mengibaratkan insan wartawan sebagai terang peradaban.
“Melalui diplomasinya internasional di Amerika Serikat, Bung Karno menegaskan bahwa pers lahirkan kekuatan terang peradaban,” kata Hasto di Gedung Braja Mustika, Jalan Dr Semeru, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/2/2019).
Hasto menegaskan keputusan presiden memberi remisi kepada pembunuh wartawan Radar Bali, Susrama ditinjau ulang. Keputusan remisi sebelumnya tertuang dalam pasal 9 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999.
“Tentang Remisi, harus ditinjau ulang dan dicabut. PDI Perjuangan merekomendasikan pembatalan remisi tersebut, dan kami yakin pemerintahan demokratis Pak Jokowi akan membatalkan remisi itu,” ungkap Hasto.
Permintaan peninjauan ulang, menurut Hasto, dilandasi atas asas kebebasan pers. Hasto mengatakan Indonesia harus bebas kekerasan terhadap pers.
“Demokrasi yang sehat salah satu indikasinya adalah kebebasan pers. Indonesia harus bebas dari intimidasi, dan kekerasan terhadap insan pers,” jelas Hasto.
Untuk diketahui, kasus ini terjadi pada 2009. Susrama, yang merupakan adik pejabat Bangli, membunuh wartawan Radar Bali Prabangsa terkait kasus dugaan penyimpangan proyek di Dinas Pendidikan. Mayat Prabangsa ditemukan di laut Padangbai, Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan.
Susrama lalu ditangkap dan disidang dengan vonis penjara seumur hidup. Pada Januari 2019, Susrama mendapat remisi dan hukumannya menjadi 20 tahun penjara atas pertimbangan usia terpidana.
Remisi ini pun ditentang masyarakat. Aliansi Jurnalis Independen dan sejumlah kelompok masyarakat sipil menolak pemberian remisi kepada Susrama, karena menilai pemberian remisi mencederai hukum Indonesia dan kebebasan pers.