beritaenam.com, Jakarta – Pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin mendapat dukungan dari Jaringan Alumni Mesir Indonesia (JAMI) dalam Pilpres 2019. Mendapat dukungan itu, Ma’ruf berkelakar bahwa Pilpres 2019 sudah selesai.
“Sebenarnya kalau alumni Mesir sudah deklarasi, sebenarnya Pilpres itu sudah selesai. Sebab ini semua punya pengaruh di mana-mana. Alhamdulillah. Mudah-mudahan ini pertanda,” kata Ma’ruf sambil tersenyum.
Dukungan JAMI dideklarasikan di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Sabtu (9/2/2019). Ma’ruf berharap keikutsertaan menjadi pintu masuk cendikiawan muslim atau ulama untuk menjadi pemimpin Indonesia.
“Saya terinspirasi cerita orang tua yang menanam pohon. Ketika ditanya ‘bapak tua, bapak sudah tua, menanam pohon. Tidak akan mengenyam hasilnya. Pohonnya belum berbuah, Bapak mati duluan,’ apa jawab orang tua? Saya menanam pohon bukan untuk diri saya, tapi untuk generasi yang akan datang,” jelasnya.
Cawapres nomor urut 01 itu juga sedikit bercerita soal nasib ulama. Menurut Ma’ruf, banyak pemimpin yang memanfaatkan ulama untuk meraih dukungan, namun setelah itu dikesampingkan ibarat daun salam.
“Mana ada yang tidak minta dukungan para ulama? Cuman kalau sudah didukung, wabillahi taufiq wal hidayah. Seperti mendorong mobil mogok, kalau sudah jalan, wabillahi taufiq wal hidayah, wassalam,” ujar Ma’ruf.
“Makanya ada yang bilang ulama dulu itu seperti daun salam. Daun salam itu, kalau ibu-ibu mau masak, yang dicari daun salam supaya masakannya sedap. Tapi kalau sudah masak, yang pertama di buang ya daun salam. Itu nasib kiai dulu, ulama dulu,” imbuhnya.
Ma’ruf mengklaim apa yang ia ceritakan tak akan terjadi bila ulama mendukung Jokowi. Karena, kata Ma’ruf, Jokowi tak hanya meminta dukungan ulama, tapi langsung menggandeng ulama sebagai cawapres.
“Tapi Pak Jokowi tidak, tidak hanya minta dukungan tetapi menggandeng ulama sebagai wakilnya. Nah itu beda,” tuturnya.
Ma’ruf juga mengatakan perjuangan terhadap nilai-nilai keislaman tak tertutup meski Indonesia menjunjung tinggi Pancasila. Selama hal yang diperjuangkan tak merusak kesepakatan para pendiri bangsa.
“Jadi kita memperjuangkan Islam sebenarnya tidak tertutup di sini (Indonesia). Kita bisa memperjuangkan bank syariah, ekonomi syariah, halal, undang-undang jaminan produk halal, sekarang halal itu bukan volunteer. Bahkan sudah dalam undang-undang yang ada, artinya mandatory, wajib bersertifikat halal,” tutur Ma’ruf.
“Tetapi Islam kita kita perjuangkan dalam rangka kesepakatan. Yang menyalahi kesepakatan itu memang tidak boleh. Bukan masalah Islam dan tidak Islam,” imbuh dia.
Ma’ruf mengungkapkan bila seseorang bisa berpikir secara proporsional mengenai agama dan nasionalisme, maka Indonesia akan jauh dari gesekan.
“Kalau kita menempatkan secara proporsional, sebenarnya tidak ada keributan, tidak ada petantang-petenteng, ini kayak mau Perang Baratayuda. Padahal itu proporsional saja, sesuai kesepakatan atau tidak. Kita tidak, tidak boleh menyalahi kesepakatan. Kalau sudah paham enak, nggak usah petantang-petenteng,” tandas Ma’ruf.