PT Angkasa Pura (AP) 2 — perusahaan BUMN pengelola 19 bandar udara (bandara) di Indonesia tengah dilanda gaduh.
Rabu, 20/1, seluruh peserta tender pergudangan kargo di bandara Soekarno Hatta, mengundurkan diri.
Seluruh peserta lelang pergudangan kargo AP2 mengundurkan diri. Tentu saja menjadi pertanyaan banyak pihak.
Berita ini menyeruak di tengah situasi pandemi, di saat pemerintahan Jokowi sibuk membasmi covid-19.
Setelah ramai di medsos dan beredar di media digital, pejabat di BUMN berjanji sedang mencari tahu mengapa peserta tender di AP2 mengundurkan diri. Sementara itu, Direksi AP2 belum dapat diminta keterangan terhadap kemelut ini.
Kabar yang beredar, demi meraih pendapat yang lebih besar, di tengah pandemi covid-19, PT Angkasa Pura 2 (Perseroan) “ngotot” menaikkan pendapatan dari sewa gudang kargo sampai minimal 100%.
Padahal selama ini, para pengelola atau penyewa gudang kargo sudah mengemukakan, jangankan mencari keuntungan, untuk bertahan di tengah pandemi covid-19 saja, perusahaan sudah megap-megap.
Oleh karena itu, secara mengejutkan, seluruh peserta tender pergudangan kargo yang diselenggarakan AP, satu persatu Rabu, 20/1, secara terpisah memilih mengundurkan diri.
Semuanya yang merasa tidak sanggup memenuhi persyaratan dalam tender.
Seluruh peserta tender merupakan pengelola atau penyewa gudang kargo di bandara Soekarno Hatta.
Ada enam perusahaan yang mengundurkan diri, yaitu masing-masing (berdasarkan alpabetis) PT Bangun Desa Logistindo (BDL), PT Dharma Bandar Mandala (DBM), PT Jasa Angkasa Semesta (JAS), PT Menzies Aviation Indonesia (MAI), PT Wahana Dirgantara (WD) dan PT Unex Rajawali Indonesia (URI). Pengunduran diri dimulai dari PT MAI, diikuti oleh PT JAS dan seterunya oleh perusahaan lainnya.
Surat pengunduran diri dari keikutsertaan tender telah dilayangkan ke direksi AP2.
“Ya benar semua peserta tender sudah mengundurkan diri secara resmi,” kata seorang panitia tender AP2, yang karena khawatir mendapat tekanan, tidak bersedia nama dan jabatannya dicantumkan.
Akibat pengunduran diri seluruh peserta tender pengelola atau penyewa gudang kargo ini, otomatis pelaksanaan tender gudang kargo AP2 tidak dapat dilaksanakan sama sekali.
Sepanjang sejarah AP2, kejadian ini baru pertama kali terjadi. Tentu menjadi noda hitam buat AP2.
Dalam siaran pers AP2 tiga minggu silam, pengelola bandara ini menegaskan berniat meningkatkan pendapatan dari sewa gudang kargo dengan target minimal 100% atau dua kali lipat dari pendapatan saat ini.
Caranya?
Ya dengan mengubah sistem revenu sharing menjadi sewa per meter persegi dan mulai menerapkan sistem pengelolaan gudang berbasis teknologi.
Dalam rilis siaran per AP2 itu disebut, sistem yang ada selama ini masih bersifat manual. Trucking barang pun belum memakai barcode.
Akibatnya, pelaporan data produksi serta pendapat selama ini belum real time, yang berbuntut ketepatan pelaporan belum maksimal.
“Kami akan memastikan bandara sekelas Soekarno Hatta akan dikelola oleh pemain kargo yang kredibel,” tandas Ghamal Peris, direktur komersial AP2 .
Di masa pandemi covid-19, kendatipun sudah mulai penyuntikan vaksin covid-19, tetap saja kenaikan pendapatan sebesar 100% menjadi sesuatu yang sangat ambisius, kalau tidak mau dikatakan hanya berpikir sektoral saja.
Perekonomian nasional dan global masih lesu.
Gerak perdagangan pun masih seret. Apalagi jika dirinci kepada teknis pelaksanaan lelangnya ambisi itu justru dapat menjadi bumerang : bukan keuntungan yang diperoleh, melainkan justru melorotnya penghasilan untuk perekonomian nasional.
Belum lagi bersamaan dengan pelaksanaan rencana lelang AP2 tersebut mengintip pula sejumlah persoalan lain, mulai dari tiadanya daya tahan perusahaan pengelola gudang kargo menghadapi tuntutan itu.
Bahkan kemungkinan monopoli atau oligopoli sampai kepada peluang penyeludupan yang mengancam keselamatan negara. Oleh karena itu para penyewa gudang kargo seluruhnya secara sendiri-sendiri mengundurkan diri.
Penunjukan Langsung
Saat ini lokasi lahan kargo di Bandara Soekarno Hatta seluas 89.974 meter persegi dibagi dalam empat klaster. Tiap klaster luasnya berbeda-beda.
Dilihat dari letaknnya, klaster 4 yang paling strategis, karena paling dekat ke terminal dan pesawat pengangkut.
Sebaliknya klaster 1 yang paling jauh. Dari keempat klaster tersebut, masing-masing klaster disewa atau dikelola oleh antara empat sampai enam perusahaan gudang kargo.
Untuk konstribusi perusahaan kargo kepada AP2, selama ini berdasarkan pada besarnya masing-masing omzet perusahaan di tiap klaster.
Bentuknya revenu sharing atau bagi hasil. Besarannya kisaran antara 15 % sampai dengan 30%.
“Untuk mencapai target revenu sharing ini saja kami sudah setengah mati, apalagi kalau dibebani tambahan tuntutan kenaikan setoran dua kali lipat, semakin sulit,” jelas seorang direksi perusahaan pengelolaan sewa gudang kargo.
Dalam rancangan baru AP2, lahan-lahan itu bakal dilelang secara terbuka. Ada khusus ada dua klaster akan diberikan dengan penunjukan langsung kepada Gapura dan Angkasa Pura Kargo (APK) serta Garuda. Baik Gapura, APK dan Garuda merupakan perusahaan terkait AP2 dan Garuda dan sendiri. Dengan demikian, hanya dua klaster saja yang bakal dilelang.
Pelaksanaan lelang klaster 2 seluas 16.042 m2 sudah dimulai minggu silam. Dalam mekanisme lelang, semua perusahaan kargo, boleh mengikuti lelang di dua klaster yang tersisa.
Artinya, perusahaan yang menang lelang dalam sebuah klaster, tetap dapat dan boleh mengikuti lelang kembali pada klaster lainnya.
Akibat dari sistem lelang ini, dapat terjadi semua lelang dimenangkan oleh hanya satu atau setidaknya maksimal oleh dua perusahaan saja. Artinya, bakal terjadi monopoli.
Di sinilah letak bahaya sekaligus kerugian sistem lelang seperti ini, baik untuk perekonomian secara nasional maupun buat AP2 sendiri.
Belum lagi beban berat pemenang lelang yang hampir pasti sulit dipenuhi dari penjualan jasa kargo kepada konsumen.
Dari pembobotan sistem lelang, ternyata sistem otomatisasi digital yang didengung-dengungkan AP2 sebagai dasar kebijakan dilaksanakannya lelang ini, cuma diberi bobot 20%. Sedangkan bobot terbesar, 60%, justru jatuh pengajuan besarnya biaya sewa.
Begitu pula penunjukan langsung Gapura dan APK di klaster 1 dan Garuda di Klaster 3, menjauhkan dari pencapaian otomatisasi pelaporan yang real time.
Dengan kata lain, kalau dilihat dari pembobotan pemenang lelang, dan adanya penunjukan langsung, sejatinya, tujuan utama lelang bukan memperbaiki sistem pelaporan, tetapi lebih untuk mengeduk keuntungan.
Sesungguhnya, kalau AP2 cuma mau menambah pundi-pundinya dari pergudangan miliknya, sederhana saja: naikkan saja secara proposional konstribusi para pengelola gudang yang ada sekarang. Misalnya sampai sekitar 20% – 40%, tentu secara bertahap dan dalam tegang waktu tertetnu.
Atau kalaupun tetap mau diadakan lelang, beberapa ketentuan lelang sekarang yang perlu direvisi. Untuk penunjukan langsung terhadap Gapura, APK dan Garuda, cukup satu klaster saja.
Dengan begitu masih ada tiga klaster yang dilelang. Lantas untuk tiap klaster ditetapkan ada 2 pemenang, dan bukan hanya satu, agar terhindar dari monopoli, memunculkan iklim kompetisi yang sehat dan memperkecil bahaya keamanan nasional.
Selanjutnya itu pun dengan pemenang di satu klaster tidak boleh lagi ikut lelang di klaster lain. Dengan demikian memungkinkan terjadi enam pemenang.
Ditambah dengan Gapura, APL dan Garuda seluruhnya ada tujuh pengelola gudang kargo. Jumlah yang masih ada dalam rentang pengawasan AP2, karena tiga perusahaan kargo yang ditunjuk merupakan anak perusahaan sendiri.
Cara ini lebih fair, adil dan ikut membantu pemerintah menopang perekonomian nasional. Tetapi jangan menciptakan lagi “gaduh” baru.
Kenaikan 10 Kali Lipat?
Sementara untuk menjadi pemenang lelang tentu harus mengalahkan perusahaan peserta lelang lainnya, dan itu artinya si pemenang harus memberikan penawaran yang tertinggi.
Kalau dilihat dari target AP2 untuk raihan pendapatan dari sistem sewa, sebagaimana diumumkan dalam pengumuman lelang, harga sewa dasar per meter persegi Rp 2,5 juta. Maka harga pemenang lelang seharusnya di atas harga itu.
Jika dilihat dari kontribusi rata-rata perusahaan pergudangan saat ini, dan dikonversikan ke standar sistem harga sewa per meter persegi, rata-rata harga sewa saat ini sekitar Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per meter persegi.
Dengan sistem lelang, dengan harga dasar sekurang-kurangnya Rp 2,5 juta, AP2 sedikitnya bakal mengeruk tambahan pendapatan sekitar 10 kali lipat.
Direksi AP2 tentu dapat tersenyum mendapatkan tambahan income dadakan ini.
Tetapi senyum itu dapat menjadi pesan muram bagi perekonomian nasional di sektor kargo Indonesia. Bagi perusahaan yang memenangkan lelang, seperti juga prinsip AP2 yang ingin mencari untung sebesar-besarnya, pastilah perusahaan kargo juga akan mencari untung sebesar-besarnya.
Caranya? Modal biaya sewa yang besar, harus dikembalikan, lantas ditambah keuntungan.
Maka untuk itu perusahaan pemenang akan memberi angka yang tinggi kepada agen, setidak-tidaknya 10 kali lipat dari harga yang sekarang. Dan tentu saja agen akan membebankannya lagi ke konsumen.
Tegasnya, dengan sistem lelang baru nanti harga pengiriman barang oleh konsumen bakal mengalami kenaikan sekitar 10 kali lipat!!
Sesuai dengan ketentuan lelang dari AP2, semua perusahaan gudang kargo yang sudah menang pada satu klaster, boleh ikut lelang lagi pada klaster lain, berarti hanya ada pemenang atau maksimal dua, di luar tiga yang ditunjuk langsung.
Dua pemenang lelang , dan perusahaan yang ditunjuk langsung, dapat mengatur harga dengan bebas, termasuk kenaikan harga kargo.
Sesuai harga kenaikan yang dikenakan AP2 sekitar 10 kali lipat, minimal pemenang lelang untuk mengembalikan modalnya juga akan mengenakan kenaikan kepada agen sedikitnya 10 kali lipat.
Nah, tentu kenaikan 10 kali lipat merupakan kebijakan yang tidak rasional di era pandemi covid-19 manakala perekonomian dunia sedang lesu.
Kenaikan sebesar itu pada masa pandemi ini jelas merupakan sinyal buruk. Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang sedang melambat, tentu bertambah berat dengan adanya beban kenaikan kargo sebesar itu.
Para konsumen, para pengusaha, para pedagang akan semakin terbebani. Di tengah paceklik perekonomian seperti sekarang, kenaikan harga kargo sama saja dengan penambahan beban yang mencekik nafas keuangan perusahaan.
Walhasil, boro-boro mau bersaing dengan asing, untuk menutup biaya operasional saja hampir tak mampu.
Sekarang saja rata-rata pengiriman kargo melalui udara sudah melorot sampai 15% -20% karena berbagai penyebab.
Dari lesunya perekonomian sampai persaingan pengiriman melalui darat dan laut. Jika ditambah lagi dengan kenaikan sekitar lima kali lipat harga kargo, hampir dapat dipastikan lalu lintas kargo melalui udara, khususnya bandara Soekarno Hatta, akan semakin terpuruk. Jika hal ini terjadi, berarti dampaknya juga akan ke perekonomian nasional.
Monopoli dan Penyelundupan
Itu baru secara internal. Belum lagi jika dibandingkan dengan harga-harga kargo dari luar negeri. Selain servis di negara-negara maju lebih efektif, mereka juga lebih efisien.
Bisa jadi, kalau kebijakan AP2 diterapkan, karena terlalu tingginya harga kargo udara, pihak pemilik barang sebagian memilih mengirim barang lewat bandara dari negara tetangga kita yang harganya jauh lebih murah, bahkan ada yang gratis, dan selanjutnya dari sana mengi rim melalui jalur darat atau laut.
Hanya yang darurat saja yang memilih kargo udara. Kalau ini terjadi, sudah pasti lebih menekan pertumbuhan perekonomian nasional.
Tak cuma itu, sistem lelang juga memberikan peluang lahirnya monopoli membahayakan keamanan negara. Pemenang tender yang cuma satu atau dua dapat mengatur harga sewa sesuka hatinya.
Perusahaan kargo juga merupakan benteng terakhir dari keamanan negara. Hal ini lantaran di perusahaan kargolah batas pengirim barang ke mana-mana, termasuk ke luar negeri.
Perusahaan kargolah yang diharapkan dapat membendung berbagai penyelundupan terakhir. Padahal pada sistem lelang ini dapat terciptanya monopoli atau oligopoli.
Kalau lelang dimenangkan hanya oleh satu atau dua perusahaan saja, pasti muncul monopoli.
Ini lantaran tiga perusahaan lainnya merupakan hasil penunjukan langsung, sehingga tidak terlibat dalam kompetisi murni.
Ketiganya tidak merasa perlu mengadakan penyempurnaan manajemen besar-besaran. Toh “goyang-goyang kaki” saja sudah menang.
Monopoli membuat peluang ke penyelundupan menjadi lebih terbuka.
Ingat penyelundupan benih benur? Salah seorang dari tersangkanya, Siswadi Pranoto yang merupakan pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) yang gedung sudah disegel oleh KPK, juga menjadi salah satu pemilik dari perusahaan gudang di Bandara Soekarno Hatta.
Bahkan perusahaannyalah yang diberikan lisensi oleh Departemen Perhubungan sebagai perusahaan yang melakukan cargo security screening.
Nah, tanpa mencurigai, tentu kita perlu waspada, kemungkinan terjadinya penyeludupan seperti pada bibit lobster atau benur, jika hanya ada satu atau tiga perusahaan gudang kargo saja.
Menciptakan problem Baru
Dengan demikian, rencana sistem lelang dari AP2 bukannya memecahkan masalah dalam perekonomian pemerintah Jokowi, tetapi justru menciptakan problem baru. Eng-ing-eng.
Terbukti seluruh peserta tender mengundurkan diri.
#WASA