“Indonesia pusat produsen halal dunia perlu dengan bantuan teknologi,” ujar Lutfi Adhiansyah (CEO Ammana Fintek Syariah) dalam diskusi yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
“Kalau cuman pakai cara tradisional tidak akan tercapai, karena teknologi membuat pergerakan menjadi massive, lebih cepat efisien dan transparan,” Lutfi menekankan fintech syariah akan membantu mewujudkan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia pada 2024, sesuai visi misi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah.
“Fintech itu dibutuhkan sebagai pelengkap dari puzzle untuk ekonomi syariah itu bangkit,” dia melanjutkan.
Fintech syariah, menurut Lutfi, juga menjadi sangat relevan untuk tumbuh, karena didukung dengan demografi Islam di Indonesia. Sebanyak 87 persen dari 267 juta penduduk Indonesia adalah muslim.
“Dari 267 juta penduduk Indonesia itu sebanyak 175 juta telah menggunakan internet, dan dari pengguna internet itu 88 persen sudah terbiasa membeli produk via online,” kata Lutfi.
Sebanyak 74 juta dari total populasi penduduk Indonesia, Lutfi mengungkapkan, adalah kelas menengah yang belum terjamah layanan pembiayaan. Sehingga, hal ini menimbulkan terciptanya “financing gap.”
Kesenjangan keuangan ini, menurut Lutfi, harus diisi oleh institusi lain, selain perbankan, multi-finance, Bank Perkreditan Rakyat atau pun Koperasi. “Di situlah kenapa lahirnya fintech syariah diperlukan,” ujar dia.
Manfaatkan momentum
Rencana merger tiga bank syariah, yakni Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BRI Syariah (BRIS) dan Bank BNI Syariah (BNIS), menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), menurut Lutfi, menjadi angin segar bagi fintech syariah.
“Dengan bank syariah merger, berarti infrastruktur bank syariah juga bisa digunakan untuk fintech syariah,” ujar Lutfi.
Selain itu, fakta bahwa Indonesia saat ini adalah negara terbesar di Asia Tenggara dengan pengguna e-commerce terbesar juga sangat mendukung tumbuhnya fintech syariah.
“Artinya, e-commerce ini adalah tempat kumpulnya masyarakat yang sudah mengadopsi teknologi, yang sudah berbelanja online,” kata Lutfi.
Penyelenggaraan teknologi finansial juga bertumbuh besar, dengan 34 fintech pada 2017, meningkat menjadi 88 fintech pada 2018, dan meledak sebanyak 160 fintech pada 2019.
Jumlah dana yang disalurkan peer to peer landing, khususnya, juga meningkat dari Rp2,5 triliun pada 2017, menjadi Rp24 triliun pada 2018, hingga Rp73 triliun pada 2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator juga dinilai sangat dinamis, yang hingga saat ini telah mengeluarkan tiga peraturan fintech, yaitu fintech peer to peer landing, fintech equity crowdfunding dan fintech inovasi keuangan digital.
“Ini adalah sebuah fondasi di mana sebuah kesiapan teknologi di Indonesia itu sudah cukup matang, sehingga kalau kita tidak memanfaatkan teknologi fintech syariah ataupun islamic finance, kita akan ketinggalan,” ujar Lutfi.