Beritaenam.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menuding, ada aktor intelektual di balik pemberitaan media asing asal Hongkong, Asia Sentinel, mengenai dugaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pencucian uang Rp 177 triliun selama 10 tahun menjabat Presiden ke-6 RI.
Hinca mengungkapkan tudingan itu saat menyambangi kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, untuk mengadukan pemberitaan Asia Sentinel, Senin (17/9/2018).
Ia menuturkan, menjelang Pemilu dan Pilpres 2019, Demokrat kerap menjadi objek pemberitaan negatif.
“Demokrat tidak pernah sepi dari pemberitaan, luar biasa, mungkin saking seksinya. Yang berkompetisi dalam Pilpres itu Pak Jokowi dan Prabowo, tapi yang setiap hari digebuki itu Demokrat dan Pak SBY,” kata Hinca.
Hinca memastikan, bakal menyelesaikan sengketa jurnalistik terkait artikel Asia Sentinel yang ditulis jurnalis John Berthelsen.
Setelahnya, kata dia, Demokrat akan mudah mengungkap sosok yang diyakininya ada dan ”menunggangi” artikel tersebut.
“Jadi ini tidak lagi murni soal kebebasan pers. Tapi kami harus klirkan dulu soal kebebasan persnya, supaya adil, setelahnya mudah membuka di mana penunggangan itu. Karena itu tidak hanya media, para pihak yang juga menyebarluaskan ini tentu kami kejar,” jelasnya.
Lebih lanjut Hinca juga mengajak segenap politikus untuk menghentikan polemik terkait dugaan pencucian uang SBY.
“Saya minta para politikus di luar Demokrat menghentikan mem-bully dan goreng-goreng Ini, karena hanya membuat kegaduhan. Tidak pula ada untungnya menunggangi berita itu,” tandasnya, seperti dikutip dari suara.com
Untuk diketahui, Asia Sentinel mengunggah artikel berjudul ”Indonesia’s SBY Government: Vast Criminal Conspiracy” (Pemerintahan SBY: Konspirasi Kriminal Terbesar), Senin (11/9/2018).
Dalam artikel yang ditulis pendiri Asia Sentinel John Berthelsen tersebut, termuat cuplikan hasil investigasi kasus di balik Bank Century hingga menjadi Bank Mutiara, yang akhirnya jatuh ke tangan J Trust.
Nama SBY tercantum dalam artikel itu sebagai salah satu dari 30 pejabat negara yang diduga terlibat konspirasi pencurian uang negara hingga USD 12 miliar atau setara Rp 177 triliun dan melakukan praktik pencucian uang di sejumlah bank internasional.