Beritaenam.com, Semarang – Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai koruptor di Indonesia masih diistimewakan. Alasannya, rata-rata lama hukuman yang harus dijalani para pelaku tindak pidana tersebut tidak terlalu lama.
“Beruntung sekali koruptor di Indonesia. Rata-rata hukuman masih sangat ringan, efek jeranya tidak kelihatan,” kata Emerson saat menjadi pembicara dalam Seminar “Rekonseptualisasi Pemidanaan Penjara Bagi Napi Tipikor di Indonesia” yang digelar Unwahas Semarang, Kamis (1/11) seperti dikutip Antara.
Menurut dia, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan kepada koruptor hanya 2 tahun dan 2 bulan.
“Dikurangi remisi dan pembebasan bersyarat, lamanya masa hukuman lebih pendek dibanding pelaku tindak pidana umum,” tambahnya.
Terlebih lagi, lanjut dia, para koruptor ini juga diduga dalam posisi nyaman saat di dalam penjara karena memperoleh fasilitas khusus. Sepanjang memperoleh fasilitas khusus, kata dia, maka efek jera yang diharapkan akan hilang.
Salah satu catatan lain dari pemidanaan koruptor, menurut dia, penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik yang hanya terjadi pada kasus yang ditangani KPK saja.
“Dalam kasus yang ditangani kejaksaan belum pernah ada pengenaan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik,” katanya.
Berbagai keistimewaan itu, lanjut dia, ditambah dengan kemudahan mantan koruptor menduduki jabatan publik setelah selesai menjalani hukuman.
Oleh karena itu, dia mengusulkan agar Mahkamah Agung membuat edaran yang ditujukan bagi seluruh hakim pengadilan tipikor agar menjatuhkan hukuman maksimal terhadap perkara yang ditangani. Emerson menilai harus ada instruksi dari atas agar para pelaku korupsi ini dibuat jera.
“Hakim selama ini berdiri di balik alasan independensi,” katanya.