beritaenam.com, Jakarta – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Agum Gumelar mempertanyakan sikap politik koleganya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019.
Hal itu terungkap dalam sebuah diskusi yang direkam dan diunggah oleh Ulin Ni’am Yusron di akun Facebooknya, Senin (11/3).
Agum dan SBY adalah mantan jenderal TNI yang pernah menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP). DKP dibentuk pada 1998 oleh Panglima ABRI saat itu, Jenderal Wiranto untuk mengusut kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis yang menyeret Prabowo selaku Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus kala itu.
Dalam rekaman diskusi tersebut Agum mengkritik dukungan SBY kepada Prabowo. Pasalnya, kata Agum, SBY termasuk salah satu dari tujuh anggota DKP yang ikut menandatangani surat rekomendasi berisi pemecatan terhadap Prabowo.
“Tanda tangan semua. Soebagyo HS tanda tangan. Agum Gumelar tanda tangan, SBY tanda tangan. Yang walaupun sekarang ini saya jadi heran, ini yang tanda tangan rekomendasi kok malah sekarang mendukung. Tak punya prinsip itu orang,” kata Agum dalam sebuah diskusi yang diunggah Ulin Yusron.
Selain SBY dan Agum, DKP juga beranggotakan jenderal lain seperti Letjen Djamari Chaniago, Letjen Fachrul Razi, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Arie J Kumaat, serta Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo sebagai Ketua DKP.
Agum mengatakan sebelum keluar rekomendasi pemberhentian Prabowo, DKP telah melakukan kerja penyelidikan selama satu bulan.
“Dari hasil pemeriksaan mendalam ternyata didapat fakta, bukti, bahwa dia telah melakukan pelanggaran HAM berat,” kata Agum.
Agum menuturkan rekomendasi itu ditandatangani oleh semua anggota DKP. Hal tersebut ditegaskan Agum sebagai fakta yang tak bisa dihapus.
“Siapa yang bisa menghapus ini? Sampai sekarang Amerika, Inggris, Australia, no for Prabowo. Tidak bisa masuk ke Amerika, tidak bisa masuk ke Inggris. Ini fakta bukan black campaign. Kalau black campaign itu tidak didukung oleh data,” kata Agum.
“Jadi saya ingin kenapa kok jadi lupa semua?” ujarnya menambahkan.
Agum berkata bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenali sejarahnya. Hal itu juga berlaku bagi satu kesatuan, yakni Kopassus. Kata dia, satuan yang besar adalah yang anggotanya mengerti sejarah Kopassus.
Dia melanjutkan dalam sejarah Kopassus telah memiliki 31 komandan jenderal. Dari jumlah itu hanya satu orang saja yang diberhentikan dari dinas militer.
“Ini terlupa. Jadi kalau buat saya aneh bin ajaib kalau dia jadi presiden, kalau buat saya ya. Tidak tahu kalau buat Anda-anda,” kata Agum, seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Sebelumnya, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzhar Simanjuntak, menyatakan tidak pernah ada satu bukti atau pengadilan mana pun yang menyatakan Prabowo berkaitan dengan kasus HAM masa lalu.
“Tidak pernah, tidak pernah ada pengadilan mana pun yang menyatakan [Prabowo langgar HAM], itu kan isu yang memang selalu diangkat setiap lima tahun, tapi tidak pernah ada bukti,” ujarnya.