PROSES hukum kematian pendeta Yeremia Zanambani, dua anggota TNI dan satu warga sipil di Intan Jaya, Papua, pasti terbuka sekalipun melalui peradilan militer. Seluruhnya bisa lewat peradilan sipil ketika ada dugaan pelanggaran HAM.
“Andaikan ada oknum militer, otoritas tetap ada pada peradilan militer, bukan peradilan umum. Peradilan militer juga bersifat terbuka, jadi tidak perlu ada kekhawatiran,” kata Pakar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji kepada Media Indonesia, Sabtu (24/10).
Menurut dia, kasus ini dapat ditangani sistem peradilan umum apabila terdapat dugaan pelanggaran HAM. Tentunya seluruh syaratnya mesti terpenuhi seperti dilakukan secara sistematis dan pola serangan meluas.
Hal itu sama sekali nihil bukti dalam kasus yang terjadi di Intan Jaya.
“Kan harus ada persyaratan hukumnya misalnya ada pola serangan yang meluas (widespread) dan sistematis (systemic),” ungkapnya.
Indriyanto mengatakan penegak hukum akan mengungkap kasus ini dan menanganinya sesuai prosedur dan sistem peradilan yang ada. Pelaku sipil akan melalui proses peradilan umum dan ketika terdapat oknum TNI akan ditangani peradilan militer.
“Apabila benar ada keterlibatan oknum TNI, maka sistem regulasi kita tetap menetapkan peradilan militer yang akan memeriksa dan memutus kasus pembunuhan di Intan Jaya,” pungkasnya.
Sementara itu mantan Anggota Investigasi Lapangan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus ini Edwin Partogi Pasaribu mengatakan hasil kerja tim yang dipimpin Benny Josua Mamoto telah diserahkan ke pemerintah. Pihaknya hanya merekomendasikan supaya hasil kerja TGPF segera ditindaklanjuti.
Dalam laporan yang diserahkan kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD tidak berisi nama pelaku atau latar belakangnya.
“TGPF hanya merekomendasikan proses hukum sesuai hukum yang berlaku,” ucap Edwin.
Mengenai modus pembunuhan terhadap empat orang itu, kata dia, mengatakan TGPF sejauh ini hanya menduga dan belum sampai pada kesimpulan. Kesengajaan hingga balas dendam diduga melatarbelakangi peristiwa tersebut.
“Kami bisa duga tapi tidak bisa memastikan, maka tunggu proses hukum saja,” pungkasnya.