Beritaenam.com — Baru kejadian dalam sejarah, sejak BNN (Badan Narkotika Nasional) Republik Indonesia berdiri Deputi Pemberantasan dipegang seorang purnawirawan.
Drs. Heru Winarko, S.H. (Kepala BNN RI) melantik Drs. Arman Depari sebagai Deputi Pemberantasan dan Drs. Andjar Dewanto, S.H., M.B.A sebagai Deputi Pemberdayaan Masyarakat.
Sempat kosong beberapa bulan, hari ini (Rabu 30 September 2020) posisi Deputi Pemberantasan kembali diisi oleh Irjen Pol (p) Arman Depari.
Pelantikan dan pengambilan sumpah bersamaan dengan dilantiknya Deputi Dayamas, siang tadi.
Posisi Deputi Pemberantasan BNN yang sempat kosong itu memang sempat ramai.
Humas BNN hingga saat ini, belum mengklarifikasi dan menyebar rilis, soal Kepres dan Telegram Kapolri yang seolah bertolak belakang.
Badan Narkotika Nasional (BNN) ramai dikritik oleh wakil rakyat soal kinerja yang tak maksimal belakangan ini. Anggaran yang diterima, tak sebanding kinerja atau harapan masyarakat.
Jika ini terus terjadi, wakil rakyat “mengancam” BNN anggaran bisa dialihkan ke Polri atau BNN akan dibubarkan.
Menjadi Polemik
Aktivis anti narkoba kemudian membela BNN, walau mengakui BNN kalah gerak dengan langkah taktis tim yang dibentuk Bareskrim Polri, dengan temuan-temuan fantastis dalam membongkar mafia narkoba.
Demikian juga mantan ketua BNN “bersuara” dibantu media massa, menegaskan bahwa BNN — saat ini — masih diperlukan mengatasi “darurat narkoba”.
Maka, Komisi III pun menyetujui pagu anggaran yang diusulkan BNN menjadi Rp 1,6 Triliun di Tahun 2021.
Kewenangan BNN yang sudah menjadi riel, langsung di bawah Presiden. Alat-alat kerja dan fasilitasnya canggih sekarang ini.
Hanya saja, kemarin sempat kembali dikritik, kok, seolah kekurangan sosok SDM dalam pemberantasan narkoba.
Membuat para pengedar sempat “gembira” karena BNN, dianggap tak punya “figur kuat”. Buktinya, dalam pergantian Deputi Pemberantasan yang seolah tak ada kaderisasi.
Posisi Deputi Berantas yang sudah ditarik ke kesatuan, bukan diganti dengan cepat. Tapi, jabatan itu dibiarkan kosong.
Telegram Kapolri dengan nomor ST/2557/IX/KEP./2020, memuat mutasi Irjen Pol Arman Depari dari posisi Deputi Pemberantasan BNN (Badan Narkotika Nasional) “ditarik” ke Mabes Polri. Karena yang bersangkutan dipersiapkan menjelang pensiun dan menjadi Komisaris di Pelindo.
Adanya Keputusan Presiden (Keppres) 116/2020 yang dikeluarkan pada Juli 2020 berisi tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan BNN.
Posisi Deputi Berantas oleh Kepres itu, masih dipegang Arman. Masuk dalam catatan sejarah, baru kali ini, Deputi Pemberantasan dipegang seorang purnawirawan.
Menurut info, Sekneg tak dapat kandidat nama lain, yang punya pengalaman untuk membongkar jaringan mafia narkoba. Seolah, hanya sosok ini yang berintegritas.
Tak bisa dipungkiri, ada kasus oknum BNN “nakal” yang memanfaatkan “alat sadap untuk kepentingannya sendiri” kemudian terkuak kasus sampai menjual barang bukti di tengah “darurat narkoba,” terdengar memalukan.
RIDMA Foundation (LSM Watch BNN) sempat mempertanyakan, kenapa urusan “dapur” BNN terungkap ke publik dan hal semacam ini bisa terjadi. Sehingga, terkesan BNN tak punya orang-orang kredibel, dalam mengatasi pemberantasan di Republik ini.
Ternyata, posisi yang demikian strategis itu menjadi kosong sejak Juli gara-gara terjadi “tarik menarik”.
Ada info, tokoh T dan B seakan sedang berebut pengaruh memasang orangnya. Termasuk memainkan “bidak catur jabatan” untuk posisi Kepala BNN yang sebentar lagi “lengser”.
Dimana Kepala BNN saat ini, menjadi sangat strategis karena kedudukannya di bawah langsung Presiden. Posisi orang nomer satu BNN diperebutkan, karena sudah setingkat menteri, baik “fasilitas” dan power-nya di masa dua pandemi: darurat covid dan darurat narkoba.
Komjen. Pol. Drs. Heru Winarko, S.H akan pensiun Desember 2020 ini.
Sedangkan Arman Depari menjadi seorang purnawirawan pertama yang menjadi Deputi Berantas, dilantik tanpa pangkat tapi dudukan “job struktural”. Tak jelas apakah menabrak aturan atau tidak.
Beliau disebut sosok yang paling pas untuk mengisi orang nomer satu di BNN mendatang, selain “pego” dari unsur kepolisian.
Masyarakat berharap, kepala BNN yang akan dipilih Jokowi adalah sosok yang humble ke jurnalis dan aktivis anti narkoba. Bukan seperti sekarang yang memilih figur BNN malah “jaga jarak” dengan orang-orang punya sejarah panjang bergerak dalam cegah atau pemberantasan narkoba.
Aktivis anti narkoba dan jurnalis mencatat, jabatan kepala BNN sekarang seperti hanya sekedar “posisi balas budi” karena sebuah kasus yang sempat heboh.
Indonesia perlu sosok Kepala BNN, yang integritas dan semangatnya bisa menggaet ragam kalangan, seperti kepala-kepala BNN yang lalu, walau bekerja tanpa anggaran, tapi sudah bisa berbuat banyak untuk bangsa ini.
Atas situasi ini, Kepala BNN Heru dipuji justru unggul dan berhasil dalam bersih-bersih internal di BNN. Mantan Deputi Pemberantasan di KPK ini sukses menjadikan petugas BNN berintegritas #hidup100persen.
Heru sukses menjaga integritas petugas BNN, tak ada lagi main “komisi ten” persen, kemudian menjaga agar orang BNN jangan sampai menjual barang bukti, atau malah keasyikan main proyek sosialisasi cegah narkoba atau main anggaran rehabilitasi.