beritaenam.com – Berawal dari krisis ekonomi yang memicu gelombang unjuk rasa dan kerusuhan akhirnya pemimpin oposisi Venezuela dari Majelis Nasional, Juan Guaido, kemarin mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara.
Deklarasi Guaido ini disambut positif Amerika Serikat. Presiden AS, Donald Trump dalam pernyatannya mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Sikap AS ini kemudian melahirkan kecaman dari Presiden Venezuela, Nicolas Maduro. Buntutnya, pemutusan hubungan diplomatik dengan AS. Bahkan, Maduro mengusir diplomat AS dari negaranya. Maduro meminta para diplomat AS segera angkat kaki dalam waktu 72 jam.
Pemutusan hubungan diplomatik ini disampaikan Maduro di hadapan para pendukungnya yang berkumpul di depan istana presiden di Caracas.
Maduro juga menyebut pria 35 tahun itu sebagai ‘boneka AS’. Tak hanya AS, beberapa negara di Amerika Latin juga mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela, termasuk negara-negara yang tergabung dalam Organization of America States (OAS) seperti Kanada.
“Kami tetap menganggap rezim Maduro tidak sah, yang langsung bertanggung jawab atas segala ancaman yang mungkin ditimbulkannya untuk keselamatan rakyat Venezuela,” kata Trump seperti dilansir dari Sputnik News, Kamis (24/1).
Trump mengatakan sampai saat ini pihaknya belum mempertimbangkan apakah AS akan mengirim pasukan militer ke Venezuela. Kendati demikian, opsi itu terbuka demi Venezuela.
“Kami belum mempertimbangkan apapun, tapi semua opsi terbuka,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Putih.
AS juga berjanji akan mengambil tindakan tegas kepada Maduro dan pendukungnya jika membahayakan warga AS di Venezuela dan juga pendukung oposisi. Kendati demikian, beberapa negara tak sepakat dengan kebijakan Washington tersebut.
Dukungan dan Solidaritas untuk Venezuela
Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodriguez menyampaikan, negaranya memberikan dukungan penuh untuk Maduro di tengah upaya kudeta terhadap penguasa republik Bolivarian tersebut.
“Dukungan kuat dan solidaritas Kuba untuk presiden yang sah, Nicolas Maduro dalam menghadapi upaya kudeta,” tulis Rodriguez di Twitter.
Dukungan juga datang dari Rusia. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova pada Kamis (24/1) menyampaikan apa yang terjadi di Venezuela menunjukkan sikap sesungguhnya dari negara Barat terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara lain.
“Peristiwa di Venezuela terang-terangan mendemonstrasikan sikap nyata dari komunitas progresif negara Barat terhadap hukum internasional, kedaulatan dan tanpa campur tangan kebijakan dalam negeri negara-negara secara langsung mengubah kekuatan di sana,” jelas Zakharova di Facebook.
Duta Besar Venezuela untuk Rusia Carlos Faria mengatakan kepada Sputnik, Kedutaan Besar Venezuela di Rusia akan tetap setia kepada Presiden Nicolas Maduro terlepas dari situasi terakhir.
“Kami akan tetap setia kepada presiden kami, Nicolas Maduro seperti masa lalu bagaimanapun keadaannya. Sama seperti kami akan tetap setia pada warisan Comandante Hugo Chavez dan cita-cita pembebas Simon Bolivar,” jelasnya.
Faria mengatakan AS belum pernah seterbuka ini dalam mendukung kudeta.
“Tidak dapat diterima bahwa pemerintah kami, rakyat kami membiarkan intervensi semacam itu oleh negara lain. Kami belum pernah melihat Amerika Serikat bertindak secara terbuka mendukung kudeta seperti yang kita lihat sekarang,” terangnya.
Dia juga menggarisbawahi tak ada satu pun aturan dalam konstitusi Venezuela yang mengizinkan seseorang mendeklarasikan dirinya sebagai presiden.
“Nicolas Maduro menang Pemilu tahun lalu, pada 20 Mei. Setidaknya dua politikus oposisi mengikuti Pemilu dengan syarat yang sama dengan Maduro tetapi mereka gagal mengumpulkan mayoritas suara,” paparnya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Meksiko dalam sebuah pernyataan mengatakan tetap mendukung pemerintahan Maduro. Hal itu mengacu pada konstitusi Meksiko yang tidak menerapkan politik campur tangan terhadap urusan dalam negeri negara lain.
Dukungan juga datang dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Demikian disampaikan Jubir Erdogan, Ibrahim Kalin, Kamis (24/1).
“Presiden kami menelpon Presiden Maduro, menyampaikan dukungan Turki untuknya,” tulisnya di Twitter.
Dukungan untuk Presiden Oposisi
Di lain pihak, dukungan juga datang untuk Juan Guaido yang telah mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara. Selain AS, dukungan datang dari Kanada, Argentina, Brazil, Chili, Kolumbia, Kostarika, Guatemala, Honduras, Panama, Paraguay dan Peru. Selain itu, dukungan juga datang dari Presiden Parlemen Eropa, Antonio Tajani yang mengakui legitimasi Guaido.
“Saya mengikuti dengan seksama situasi di Venezuela. Tidak seperti Maduro, Guaido memiliki legitimasi demokratis. Perlunya menghormati demonstrasi dan kebebasan berekspresi dari orang-orang yang lelah menderita kelaparan dan pelecehan oleh Maduro,” kata Tajani di Twitter.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini menyerukan segera dilaksanakan Pemilu yang bebas dan kredibel di Venezuela dan menyatakan dukungan untuk Majelis Nasional di bawah oposisi.
Atas dukungan yang diterimanya, Guaido menyampaikan kepada para pemimpin negara pendukungnya.
“Atas nama rakyat Venezuela, saya berterima kasih atas komitmen Anda mendukung keinginan rakyat Venezuela,” kata Guaido di Twitter saat merespons cuitan Trump.
Guaido juga berterima kasih kepada Presiden Chili, Brazil, Paraguay, Kementerian Luar Negeri Peru, Argentina Kolumbia, termasuk Antonio Tajani, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk, dan Federica Mogherini.
Foro Penal, organisasi HAM Venezuela menyampaikan melalui Twitter, jumlah warga yang ditangkap sepanjang unjuk rasa anti pemerintah bertambah menjadi 218 orang. Sebelumnya dilaporkan sekitar 175 orang yang ditangkap.
Organisasi ini juga menulis, sembilan orang ditangkap pada 21 Januari, kemudian sebanyak 34 orang kembali ditangkap sehari setelahnya atau pada 22 Januari dan sebanyak 175 orang ditahan pada 23 Januari.
Pada 10 Januari lalu, Maduro disumpah untuk masa jabatan keduanya dengan masa bakti sampai 2025. OAS, Kelompok Lima kecuali Meksiko, dan AS menolak mengakui pemerintahan baru Maduro.