“Peran Hakim itu sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk memutus sebuah perkara yang ditangani.” — Komjen (p) Anang Iskandar (Mantan Kepala BNN) & Bareskrim Polri
Beritaenam.com — “Beliau sosok hakim profesional yang bekerja dengan mengandalkan hati nurani. Peran hakim itu sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk memutus sebuah perkara yang ditangani.” ujar Anang Iskandar tentang Ketua Hakim Agung Dr. H. Muhammad Syarifuddin, SH.
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen (p) Anang Iskandar optimis dengan melihat cara pandang Ketua MA yang sekarang, sejalan dengan buah pikir yang sebaiknya dilakukan bangsa ini. Dr Syarifuddin adalah figur yang amanah dan memiliki tanggung jawab besar bagi masa depan lembaga peradilan Indonesia.
“Beliau berjanji akan memenuhi kewajiban sebagai Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” sebut Anang.
Dikatakan Anang, beliau juga figur yang berkomitmen memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya.
“Beliau kan pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Pengawasan, berjanji akan berbakti kepada Nusa dan Bangsa bahkan mulai meniti karier dengan menjadi hakim di PN Banda Aceh pada 1981 selanjutnya dipromosikan menjadi Wakil Ketua PN Muara Bulian, Jambi.” ungkap Jenderal bintang tiga ini.
Masih kata Anang, dirinya melihat Syarifuddin memiliki karier yang cemerlang. Karirnya menanjak saat menjadi Ketua PN Padang Pariaman, Sumatera Barat. Pada 1999. Dia kemudian kembali ke kampung halamannya dengan menjadi Ketua PN Baturaja.
“Tidak berapa lama, ia dipromosikan menjadi hakim PN Jaksel. Pada 2006, ia dipromosikan menjadi Ketua PN Bandung. Dan tidak butuh lama ia dipromosikan menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Palembang. Kariernya mulai moncer saat menjadi Kepala Badan Pengawas MA. Lembaganya bertugas memelototi para hakim nakal.” papar Anang.
Setelah itu, Syarifuddin lolos ke Mahkamah Agung (MA) dengan menjadi hakim agung pada 11 Maret 2013. Secara perlahan, ia menduduki posisi Ketua Muda MA bidang Pengawasan dan sejak 2016 ia terpilih menjadi Wakil Ketua MA bidang Yudisial.
Di luar karier hakim, saat ini Syafruddin juga menjadi Ketua Ikatan Alumni UII Yogyakarta, menggantikan Mahfud MD. Pria kelahiran Baturaja, Sumatera Selatan pada 17 Oktober 1954 itu menegaskan tekadnya untuk melanjutkan pembaruan peradilan dan percepatan pencapaian visi mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung.
Hakim harus diberi Justice For Health
Menurut Anang Iskandar, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, sejak berlakunya UU no 35/2009 sampai sekarang.
“Para Hakim Agung di Lingkungan Mahkamah Agung belum sepakat dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika,” ujar purnawirawan polisi jenderal bintang tiga itu.
Meskipun Ketua Mahkamah Agung Prof Harifin Tumpa telah mengeluarkan SE MA no 04/2010 tentang penempatan penyalah guna, korban penyalahgunaan narkotika dan pecandu ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
“Hakim Agung Prof Surya berpendapat penyalahguna diberikan pemidanaan berupa rehabilitasi, sedangkan Hakim Agung Suhadi bersikeras penyalah guna diberikan pemidanaan berupa penjara,” kata Anang.
Dalam catatan pinggir-nya, Anang mengatakan, pada awal menjadi ketua Mahkamah Agung Prof Hatta Ali berpendapat penyalah guna diberikan pemidanaan berupa penjara.
Tetapi menjelang berakhirnya masa tugas sebagai Ketua Mahkamah Agung Prof Hatta Ali justru berpendapat sebaliknya: Lebih tepat terhadap penyalah guna diberikan pemidanaan berupa Rehabilitasi.
Prakteknya sampai sekarang pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika berupa pemenjaraan, praktek model pemenjaraan tersebut “disentil” oleh direktur eksekutif UNODC dalam sambutannya pada peringatan Hari Anti Narkotika Internasioonal tahun 2020 dengan thema : better knowlege for better care.
Kita dianggap kurang care terhadap masalah penyalahgunaan narkotika karena tidak better knowlege.
Kita tahunya narkotika musuh kita bersama, pelakunya harus dipenjara agar jera tapi tidak tahu kalau tujuan UU narkotikanya memberantas pengedar dan menjamin penyalahguna direhab.
Sementara itu terkait peran hakim dalam konteks penyalahgunaan narkotika dan zat aditif, Anang mengatakan bahwa dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tentang hal ini, Hakim di seluruh Indonesia juga paham, dalam memutus perkara.
“Bahwa hakim itu diberi kewajiban dan kewenangan Justice For Health,” ujar Anang mengutip UU juga mewajibkan hakim untuk memperhatikan kewenangan Justice For Health agar penyalahguna dijatuhi sanksi rehabilitasi baik terbukti bersalah maupun tidak terbukti bersalah di pengadilan.
Anang yakin, figur Ketua MA ini merupakan Hakim Agung yang berpendapat bahwa penyalahguna diberikan pemidanaan berupa rehabilitasi, bukan pemidanaan berupa penjara. Putusan dari UU narkotikanya memberantas pengedar dan menjamin penyalah guna direhab.
“UU narkotika dalam menanggulangi masalah narkotika, mewajibkan orang tua untuk menyembuhkan anaknya yang menjadi penyalahguna atau pecandu.” terang Anang.
Anang menyebut hakim yang bijak dapat kewenangan justice for health tersebut tanpa syarat dan mengesampingkan apapun tuntutan jaksa, bila terbukti sebagai penyalahguna untuk diri sendiri, hakim wajib memutuskan atau menetapkan penyalahguna untuk menjalani rehabilitasi.
“Kewenangan justice for health tersebut tercantum pada pasal 103 yaitu kewenangan dapat menjatuhkan sanksi rehabilitasi. Relevan dan menjadi kewajiban serta kewenangan hakim karena tujuan UU narkotika adalah menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi.” Paparnya.
Penyalahguna narkotika secara victimologi menurut Anang adalah korban kejahatan narkotika dimana pelakunya adalah pengedar. Korban kejahatan ini dikriminalkan oleh UU narkotika berdasarkan pasal 127.
“Secara ilmu kesehatan, penyalah guna narkotika adalah penderita sakit adiksi ketergantungan narkotika yang memerlukan penyembuhan melalui proses rehabilitasi,” ujar Anang .
Penyalahguna narkotika kalau tidak segera mendapatkan penyembuhan akan relap atau menjadi residivis, bahkan berdampak buruk dan dapat melakukan perbuatan kriminal diluar kontrol dirinya.
Di akhir penjelasannya, Anang Iskandar mengungkapkan sebuah rencana untuk memberikan sebuah buku yang ditulisnya kepada Ketua MA, Syafruddin.
“Saya sedang berupaya membuat janji, untuk memberikan buku saya ini, kepada Dr Syarifuddin, Ketua MA periode 2020-2025,” tutup pria yang berpengalaman dalam bidang reserse ini.
baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini