BERITA baik minggu ini datang dari Hainan. Menteri BUMN Erick Thohir dan Menlu Retno L.P. Marsudi terbang ke kota Sanya.
Itulah ‘Pantai Kuta’-nya pulau Hainan.
Di situ mereka bertemu Menlu Tiongkok Wan Yi. Perjanjian awal pun ditandatangani: Indonesia bisa membeli 50 juta ampul vaksin Covid-19 dari Sinovac pada Januari 2021.
Memang, berita media tidak rinci: apa yang disebut membeli 50 juta ampul itu. Bukankah Bio Farma Bandung bisa memproduksi sendiri –berdasar perjanjian dagang antara Sinovac dengan Bio Farma.
Kemungkinan Indonesia ingin lebih cepat mendapat vaksin itu. Tanpa menunggu Bio Farma. Yang baru bisa berproduksi setelah hasil tes klinis tahap 3 disahkan BPOM.
Di Tiongkok uji klinis tahap 3 itu sudah dilakukan lebih dulu. Tiongkok sudah bisa memproduksinya lebih awal. Ketika yang 50 juta itu habis dipakai tepat ketika Bio Farma sudsh diizinkan mulai memproduksi.
Saya memperkirakan seperti itu.
Kemungkinan lain, selama ini uji klinis tahap 3 di Bandung itu belum disertai perjanjian dagangnya.
Maka di pertemuan Hainan itulah Bio Farma mulai mendapat hak memproduksi 50 juta. Juta-juta berikutnya akan dibicarakan kemudian.
Terutama berapa yen yang harus dibayar Bio Farma ke Sinovac untuk setiap satu juta ampulnya.
Kemungkinan yang mana pun tidak ada masalah. Saya anggap itu sebagai langkah cepat yang harus dilakukan.
Ups… Akhirnya saya mendapat konfirmasi dari Bio Farma. Kemarin. Ternyata kemungkinan pertama itu yang benar.
Pembelian 50 juta unit itu semata-mata karena di sana sudah boleh diproduksi.
Sedang untuk bisa produksi di Indonesia masih harus menunggu hasil uji klinis tahap 3 yang di Bandung itu. Juga masih harus menunggu izin edar dari BPOM.
Berarti akan ada kiriman 50 juta unit vaksin langsung dari Tiongkok. Kiriman itu, menurut Iwan Setiawan, dalam bentuk bulk. Bukan dalam bentuk botol-botil kecil.
Iwan adalah kepala departemen komunikasi Bio Farma. Kiriman itu dilakukan secara bertahap mulai tiga bulan lagi. “Di November 10 juta unit. Desember 10 juta. Januari, Februari dan Maret masing-masing 10 juta,” ujar Iwan kemarin.
Setelah vaksin itu tiba di Bandung, Bio Farma melakukan pembotolan dan seterusnya. “Jadi akan ada untuk komponen dalam negerinya,” ujar Iwan.
Bio Farma, katanya, baru akan memproduksi sendiri setelah uji klinik tahap 3 selesai dievaluasi dan dinyatakan berhasil.
Maka membeli dulu dari Tiongkok itu saya anggap langkah yang sigap. Saya salut tim Erick Thohir mampu menemukan jalan kuda itu. Dirut Bio Farma sendiri sampai hari ini masih di Tiongkok. Untuk bisa bertemu langsung Sinovac di tengah pandemi.
Pertemuan dua menteri Indonesia dengan Menlu Tiongkok sendiri memilih tempat di Hainan. Pilihan yang tepat. Hainan hanya 3,5 jam terbang langsung dari Jakarta.
Dengan pesawat carter. Mereka bisa langsung balik ke Jakarta hari itu juga. Tanpa harus bermalam di sana.
Gerak cepat itu memang menjadi ciri khas orang seperti Erick Thohir.
Apalagi pemerintah sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan antara 4,5 sampai 5 persen. Angka yang sangat optimistis. Saya sampai terkaget-kaget.
Berarti prioritas vaksinasi nanti harus dikaitkan dengan sektor-sektor ekonomi: para karyawan pabrik, para pramugari dan awak angkutan, komunitas pasar, dan seterusnya.
Siapa pun yang diprioritaskan tetap saja baik untuk semua. Dengan 40 juta orang yang akan divaksinasi berarti potensi penularannya juga turun.
Sejauh ini isu negatif yang sempat ramai sudah reda. Tidak ada lagi isu halal-haram. Tanpa harus terjadi caci-maki.
Pun reda sendiri isu ‘kok rakyat jadi kelinci percobaan’ –mengapa tidak pemimpinnya. Seperti Presiden Duterte di Filipina. Atau anak perempuan Presiden Putin di Rusia.
Terutama setelah Menteri Erick Thohir memberi keterangan tidak mau jadi relawan uji klinis. Padahal Erick tidak mungkin jadi relawan. Tempat tinggalnya tidak di Bandung –harus dekat dengan Bio Farma yang pusatnya di Bandung.
Maka tepat sekali ketika Gubernur Jabar Ridwan Kamil, cepat memadamkan isu itu. Ia langsung mendaftar jadi relawan. Demikian juga Pangdam Siliwangi dan Kapolda.
“Saya mendapat giliran suntik tanggal 25 Agustus,” ujar Ridwan Kamil ketika saya telepon kemarin. Berarti Selasa lusa.
Gubernur merasa sudah mendapat penjelasan lengkap mengenai konsekuensi menjadi relawan. Termasuk harus menjalani dua kali suntikan. Ia merasa aman-aman saja.
Kenapa harus dua kali? “Karena vaksin ini bukan dari virus Covid-19 yang dilemahkan, tapi dari virus yang dimatikan,” katanya. Itulah penjelasan yang ia terima. Maksudnya: vaksin ini lebih aman.
Sejauh ini di Tiongkok sendiri belum ditemukan efek negatif dari vaksin ini.
Berarti Bio Farma nanti harus memproduksi dua kali lebih banyak dari jumlah orang yang harus divaksinasi.
Kalau pun Erick kini juga lagi bicara dengan dua perusahaan vaksin Tiongkok lainnya, bukan berarti meragukan Sinovac. Itu semata-mata melihat kemampuan produksi pabrik vaksin. Yang tidak akan sebesar keperluan seluruh dunia.
Bio Farma bukan baru sekali ini bekerjasama dengan Sinovac. Di program vaksinasi polio, misalnya, Bio Farma juga bekerjasama dengan Sinovac.
Saham Sinovac, yang sudah lama go public di pasar modal Nasdaq New York, mengalami kenaikan besar bukan di vaksin Covid-19 ini, tapi saat mulai memproduksi vaksin hepatitis A dan B dulu.
Sedang nama Bio Farma ngetop saat memproduksi vaksin flu burung.
Kini semua orang memang menunggu vaksin Covid-19 itu.
Apalagi kalau melihat berita Harian DI’s Way kemarin: kini di Beijing tidak wajib lagi pakai masker. Rasanya di bulan Agustus ini justru orang Beijing yang merdeka.