DEKAN Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih menilai tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat sudah tepat.
Dalam sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (persero) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (15/10), jaksa menuntut keduanya pidana seumur hidup.
Tuntutan seumur hidup sebelumnya juga pernah ditujukan kepada mantan Direktur Keuangan PT AJS Hary Prasetyo dan mantan Dirut PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Sementara itu, mantan Dirut PT AJS Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS Syahmirwan masing-masing dituntut 20 dan 18 tahun penjara.
Meski demikian, majelis hakim memvonis keempatnya pidana penjara seumur hidup.
“Karena kan memang yang sebelumnya (diputus) pidana seumur hidup. Karena pernyertaannya bersama-bersama, jadi tampaknya memang tepatlah,” kata Yenti yang juga pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Menurut Yenti, tuntutan jaksa terhadap Benny dan Heru sangat mungkin dipengaruhi putusan hakim yang memvonis Hendrisman dan Syahmirwan lebih tinggi daripada tuntutan sebelumnya.
“Biasanya kalau (putusan) melebihi tuntutan, ada masalah, ini yang dievaluasi juga dari kejaksaan, biasanya gitu. Kalau hakim sampai memutuskan melampaui tuntutan, di lembaga kejaksaan sendiri pasti ada evaluasi. Ini bisa jadi karena evaluasi,” jelas Yenti.
Seperti diketahui, sidang dengan agenda terhadap Benny dan Heru seharusnya dilakukan pada Kamis (24/9). Namun, karena keduanya harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Adhyaksa, Ceger, Jakarta Timur, akibat terpapar oleh covid-19, majelis hakim memutuskan membantarkannya.
Selain itu, Yenti menduga tuntutan jaksa kepada Benny dan Heru mempertimbangkan Peraturan Mahkamah Agung No 1/2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. Hal ini ditambah dengan mempertimbangkan teori disparitas pemidanaan.
“Dari teori terdukung, kalau dari satu kejahatan yang meliputi beberapa orang, kemudian peran-perannya sama atau hampir sama, dari sudut keadilannya seharusnya pidananya sama atau hampir sama, jangan ada kesenjangan,” kata Yenti.
Benny dan Heru bersama keempat terdakwa lainnya yang sudah divonis seumur hidup diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp16,807 triliun.
Menurut jaksa, kerugian negara yang dilakukan Benny dan Heru ditimbulkan karena transaksi pembelian PT AJS saham melalui 21 reksadana dan 13 manajer investasi yang telah dimanipulasi dengan metode pump and dump. Dalam hal itu, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp12,157 triliun.
Tidak Kaget
Penasihat hukum Heru Hidayat, Kresna Hutahuruk, mengaku tidak kaget dengan tuntutan jaksa. “Sangat keterlaluan walaupun kita enggak kaget karena sebelumnya terdakwa-terdakwa yang lain sudah dituntut seperti itu,” kata Kresna.
Kresna berpendapat, kalaupun memang ada kejahatan yang dilakukan kliennya, seharusnya jaksa mempertimbangkan aset yang sudah disita. Sitaan aset dalam kasus Jiwasraya diketahui mencapai Rp18,4 triliun, lebih tinggi daripada total kerugiannya, yakni Rp16,8 triliun.
Saat dihubungi terpisah, penasihat hukum Benny, Bob Hasan, menegaskan pihaknya menolak tuntutan seumur hidup oleh jaksa. Ia menilai banyak hal dalam tuntutan yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.